Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menjadi narasumber dalam kuliah umum berjudul “Peran dan Fungsi MK dalam Mengawasi Pilkada 2018 di Indonesia” yang digelar oleh Universitas Suryakancana (UNSUR), Cianjur, pada Kamis (10/5). Dalam kesempatan itu, Anwar menyampaikan mengenai tentang Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi yang menurutnya masih belum begitu dikenal masyarakat luas. “Banyak yang belum mengetahui mengenai konstitusi dan Mahkamah Konstitusi termasuk pejabat negara di pusat maupun daerah Mahkamah Konstitusi mempunyai kewenangan dan kewajiban yang sangat besar,” jelasnya di hadapan para mahasiswa Fakultas Hukum UNSUR.
Dalam pemaparan awalnya, Anwar menyebut kedudukan Mahkamah Konstitusi yang sejajar dengan Mahkamah Agung sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman sebagaimana diatur dalam Pasal 24 ayat 2 UUD 1945. Ia pun menjelaskan adanya perbedaan mendasar antara Mahkamah Konstitusi dengan Mahkamah Agung terutama terkait putusan. Jika MA maupun peradilan di bawahnya telah memutus suatu perkara, maka pihak berperkara yang tidak menerima putusan tersebut masih dapat menempuh jalan dengan mengajukan banding atau kasasi. Berbeda dengan putusan MK, yang bersifat final dan mengikat sehingga tidak ada lagi upaya hukum lain yang dapat dilakukan setelah putusan MK. “Sementara, Mahkamah Konstitusi jika telah menjatuhkan palu, tidak ada lagi lembaga yang menyatakan tidak mau melaksanakan putusan MK. Sejak saat itu, putusan MK tersebut tidak ada upaya hukum lain lagi untuk mengajukan keberatan,” jelasnya.
Selanjutnya, Anwar memaparkan mengenai kewenangan MK, di antaranya menguji undang-undang terhadap UUD 1945. Kewenangan ini, lanjut Anwar, menimbulkan penilaian MK memiliki sifat absolut. Hal tersebut, terangnya, karena MK bisa membatalkan undang-undang yang merupakan produk hukum yang dihasilkan DPR bersama presiden. “Sebagian pengamat menganggap kewenangan Mahkamah Konstitusi itu absolut. Hasil kerja dari anggota DPR bersama Presiden bisa dibatalkan atau dinyatakan inkonstitusional oleh MK apabila undang-undang yang dibuat itu bertentangan dengan undang-undang dasar,” terangnya.
Anwar pun memaparkan mengenai kewenangan MK lainnya, yakni pembubaran partai politik. Kewenangan yang belum dilakukan MK tersebut lahir karena dilatarbelakangi adanya pembubaran partai politik pada Orde Lama. Pembubaran parpol tersebut tidak melalui jalur peradilan sehingga menciderai hak berkumpul warga negara. Namun kini, lanjut Anwar, pembubaran parpol tidak dapat lagi dilakukan sembarangan, melainkan harus melalui jalur peradilan, Mahkamah Konstitusi. Pembubaran tersebut pun harus memenuhi beberapa syarat. “Sekarang tidak bisa lagi presiden dan lembaga lain untuk membubarkan sebuah partai politik karena yang bisa membubarkan partai politik adalah melalui Mahkamah Konstitusi tentu dengan berbagai syarat. Misalnya ada partai politik yang ideologinya didasarkan pada ajaran komunisme, marxisme dan lainnya yang bertentangan dengan Pancasila,” terangnya.
Sedangkan terkait memutus sengketa hasil pemilihan kepala daerah, Anwar menjelaskan bahwa kewenangan ini bersifat sementara. MK sendiri melalui putusannya menegaskan bahwa pemilihan kepala daerah bukanlah rezim pemilihan umum. (Hendy/LA)