Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian Undang-Undang No. 36 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai di Provinsi Sumatra Utara (UU Samosir), Kamis (28/2), dengan agenda Pemeriksaan Perbaikan Permohonan.
Dalam persidangan sebelumnya (13/2), para Pemohon diminta untuk menjelaskan lebih rinci mengenai legal standing mereka terkait apakah mereka merupakan Kesatuan Masyarakat Hukum Adat seperti yang tercantum dalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 atau merupakan kelompok perorangan yang memiliki tujuan yang sama. Begitu pula dengan pengujian formil dari UU No. 36 Tahun 2003, Pemohon disarankan untuk tidak dimohonkan. Sebaliknya pengujian formil tersebut disarankan untuk menjadi alasan permohonan selain kerugian lain yang bukan merupakan kerugian konstitusional.
Menjawab saran dari Majelis Panel Hakim Konstitusi tersebut, Kuasa Hukum para Pemohon di persidangan kali ini menjelaskan bahwa para Pemohon bukan merupakan Kesatuan Masyarakat Hukum Adat sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945, melainkan kelompok masyarakat atau kumpulan individu yang memiliki tujuan yang sama. Berkenaan dengan hal tersebut, Pemohon menyatakan menarik Surat Kuasa dari masyarakat dan menggantinya dengan pernyataan dukungan. âUntuk membuktikan kepada Bapak bahwa ini bukan hal yang dibuat-buat melainkan aspirasi murni dari rakyat,â tambah Dirhamsah Tousa.
Selain itu, para Pemohon juga menarik permohonan pengujian formil dari petitum. Dengan demikian, para Pemohon hanya mengajukan permohonan pengujian materiil atas Pasal 4 huruf k, l, m, n dan Pasal 6 Ayat (2d) serta Lampiran UU a quo. Mengenai kerugian konstitusional para Pemohon, Dirhamsah mengatakan bahwa Pemohon hanya mendalilkan pada Pasal 28E ayat (3) dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.
Setelah menjelaskan perbaikan permohonan, para Pemohon juga mengajukan bukti tambahan yang berupa surat pemberhentian dengan tidak hormat sembilan Kepala Kecamatan di Kabupaten Bangun Purba yang menunjukkan adanya konflik vertikal
Menanggapi permohonan tersebut, apabila para Pemohon memang benar memperoleh dukungan dari masyarakat, Hakim Konstitusi H. Harjono mengatakan bahwa dimasukkannya tiga kecamatan, yaitu Kotarih, Bangun Purba dan Galang, justru dapat dijadikan bukti bagi Pemohon untuk mengajukan permohonan formil karena proses pembentukan kecamatan tersebut tidak sesuai prosedur, yaitu dengan tidak meminta aspirasi masyarakat.
Sementara, Hakim Konstitusi H.A.S. Natabaya mempertanyakan apakah benar terdapat kerugian konstitusional yang dialami Pemohon seperti yang didalilkan bertentangan dengan Pasal 28E ayat (3) dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945. âApakah Bapak dilarang berserikat, dan berkumpul? Dan apakah bapak dibedakan (perlakuannya â red.) dengan orang lain?â tanya Natabaya.
Sebelum menutup persidangan, Ketua Panel Majelis Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna menjelaskan bahwa Majelis Panel Hakim Konstitusi akan melaporkan kepada Majelis Pleno Hakim Konstitusi yang akan menilai apakah perkara ini akan diteruskan untuk diperiksa serta pihak yang akan dihadirkan. Oleh karenanya Palguna meminta para Pemohon untuk memantau perkembangan perkara dengan menghubungi Panitera maupun secara online melalui website Mahkamah Konstitusi.(Yogi Djatnika)