Permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, Petambak Garam yang dimohonkan oleh Gerakan Poros Maritim Indonesia (Geomaritim) akhirnya tidak dapat diterima oleh Mahkamah Konstitusi (MK). “Amar putusan mengadili, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” demikian dibacakan Ketua Pleno Anwar Usman didampingi para hakim konstitusi lainnya dalam sidang pengucapan putusan, Rabu (9/5).
Sebelumnya Pemohon mengajukan permohonan pengujian Pasal 37 ayat (3) UU Perlindungan Nelayan. Pemohon mendalilkan sebagai badan hukum berbentuk perkumpulan bernama Gerakan Poros Maritim Indonesia yang dibentuk pada 28 Oktober 2017. Bahwa dalam Pasal 8 (Struktur Kepengurusan) Anggaran Dasar Geomaritim Indonesia menyatakan “Dewan Pimpinan Pusat dipimpin oleh/dan disebut Ketua Umum, Sekretaris Jenderal dan Bendahara Umum”. Kemudian dalam Anggaran Rumah Tangga Geomaritim Indonesia, Bab II Dewan Pimpinan, Pasal 7 ayat (1) huruf f menyatakan “Tugas dan Wewenang Dewan Pimpinan: 1. Ketua Umuym dan atau Ketua Provinsi/Ketua Kabupaten/Ketua Kota/dan Ketua Kecamatan: … f. Menandatangani Surat Organisasi ke luar dan ke dalam”.
Dalam pendapat Mahkamah yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, berdasarkan ketentuan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perkumpulan Geomaritim Indonesia, kewenangan yang dimiliki oleh Ketua Umum dan atau Ketua Provinsi/Ketua Kabupaten/Ketua Kota/dan Ketua Kecamatan, yaitu “Menandatangani Surat Organisasi ke luar dan ke dalam” tidak bisa dimaknai sebagai orang yang dapat mewakili kepentingan Pemohon untuk bertindak baik ke dalam maupun ke luar pengadilan, dalam hal ini ke Mahkamah sebagai lembaga peradilan konstitusi.
Selain itu, lanjut Wahiduddin, Mahkamah beranggapan bahwa ketentuan anggaran rumah tangga tersebut dapat menimbulkan ketidakpastian karena memberikan kewenangan kepada seluruh Dewan Pimpinan Perkumpulan Geomaritim Indonesia, baik Ketua Umum dan atau Ketua Provinsi/Ketua Kabupaten/Ketua Kota/dan Ketua Kecamatan untuk menandatangani surat organisasi baik ke dalam maupun ke luar. Menurut Mahkamah, pemberian kewenangan kepada seluruh dewan pimpinan pada setiap tingkatan tersebut dapat menimbulkan ketidakpastian hukum tentang pihak yang berhak mewakili atau bertindak hukum, baik ke dalam maupun ke luar, hanya bersifat administratif bukan secara tegas memberikan kewenangan untuk bertindak secara hukum baik dalam dalam maupun luar pengadilan. Termasuk dalam hal ini pengajuan permohonan pengujian konstitusionalitas undang-undang ke Mahkamah Konstitusi.
“Terlebih lagi dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perkumpulan Geomaritim Indonesia tidak menyatakan secara tegas ketentuan mengenai siapa yang berwenang mewakili Perkumpulan Geomaritim Indonesia baik ke dalam maupun ke luar pengadilan, apabila terdapat permasalahan hukum yang dialami oleh badan hukum perkumpulan dengan menggunakan nama Geomaritim Indonesia,” ungkap Wahiduddin.
Sehubungan dengan hal tersebut, Mahkamah perlu menegaskan bahwa setiap anggaran dasar dan anggaran rumah tangga perkumpulan atau organisasi harus menyatakan secara tegas mengenai pihak yang diberikan kewenangan dalam melakukan tindakan hukum baik dalam maupun luar pengadilan guna memperoleh kepastian hukum.
“Berdasarkan pertimbangan tersebut, menurut Mahkamah, Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo,” tegas Wahiduddin terhadap permohonan Perkara Nomor 32/PUU-XVI/2018 tersebut. (Nano Tresna Arfana/LA)