Kepala Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara, dan Pengelolaan Perpustakaan MK Wiryanto menerima rombongan yang terdiri atas 30 mahasiswa yang tergabung dalam UKM-F Pseudorechtspraak Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Pseudo FH UNDIP) dan 36 orang mahasiswa yang aktif dalam HMJ Badan Strategi Muamalah (Basmalah) STEI Tazkia, Sentul, Bogor pada Selasa (8/5) di Aula Gedung MK.
Direktur UKM-F Pseudorechtspraak Gandhy Tri Nugraha menyampaikan tujuan datang ke MK untuk lebih mengenal MK secara langsung sebagai lembaga peradilan di Indonesia yang perannya cukup besar dalam bidang hukum. “Kami 30 orang mahasiswa yang tergabung dalam UKM-F Pseudorechtspraak FH Undip ini sangat ingin menambah pengalaman dan mengenal MK lebih jauh dari perwakilan MK langsung,” jelas Gandhy yang turut didampingi Ketua Humas Basmalah Prodi Hukum Ekonomi Syariah STEI Tazkia Aldino Akbar.
Pada awal pertemuan, Wiryanto membuka pemaparan dengan memberikan wawasan mengenai MK. Ia menyampaikan bahwa MK lahir tidak lepas dari sejarah perubahan UUD 1945 yang mencetuskan kelahiran MK. Kemudian, lanjut Wiryanto, sejarah Perubahan UUD 1945 tersebut pun harus dilihat dari adanya tuntutan reformasi yang berdampak luas bagi landasan teoretis pembentukan MK. Berdasarkan paham kedaulatan yang dianut dalam UUD 1945 itu dikenal adanya demokrasi dan nomokrasi yang merupakan ciri dari negara hukum yang demokratis.
Berikutnya, Wiryanto menjabarkan keberadaan MK melalui fungsi dan wewenangnya. Adapun fungsi MK di antaranya sebagai penjaga Konstitusi, penafsir Konstitusi, penjaga demokrasi, pelindung hak konstitusional warga negara, serta sebagai pelindung HAM. Sementara wewenang yang dimiliki MK, yakni menguji undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum serta MK wajib memberikan putusan atas pendapat DPR apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga melakukan pelanggaran (impeachment).
Kekuatan Putusan
Hadi, salah seorang mahasiswa HMJ Basmalah STEI Tazkia, dalam sesi tanya jawab mempertanyakan kekuatan putusan MK yang bersifat final dan mengikat terutama dalam hal impeachment. Atas hal tersebut, Wiryanto memberikan penjelasan bahwa MK sesungguhnya belum pernah melakukan kewenangan tersebut dari masa awal terbentuknya, meski memiliki kewenangan tersebut.. Akan tetapi, untuk mengontrol sifat putusan “mengikat” atas apa yang telah diputus tersebut, maka MK tidak memiliki lembaga eksekutor atas hal tersebut. “Jadi, MK tidak bisa berbuat apa-apa. Karena pada akhirnya, seharusnya sebagai negara hukum harus tunduk padahal yang sudah disepakati secara bersama,” terang Wiryanto.
Usai mendapatkan wawasan mengenai MK, para rombongan diajak untuk mengunjungi Pusat Sejarah dan Konstitusi MK yang berada di lantai 5 dan 6 Gedung MK untuk lebih menyelami sejarah MK yang disajikan dalam bentuk diorama. (Sri Pujianti/LA)