Rekognisi Konstitusi terhadap Eksistensi Masyarakat Hukum Adat
Selasa, 08 Mei 2018
| 15:47 WIB
Hakim Konstitusi Manahan Sitompul menjadi salah satu narasumber dalam Seminar Nasional Dinamika dan Eksistensi Masyarakat Hukum Adat di Auditorium Gedung E Lantai 4 Fakultas Hukum Universitas Lampung, Bandar Lampung, Sabtu, 05 Mei 2018. Foto Humas
Keberadaan masyarakat hukum adat dijamin dan dilindungi oleh UUD 1945 serta diperkuat dalam putusan-putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Hal ini disampaikan Hakim Konstitusi Manahan Sitompul dalam seminar nasional bertema Dinamika dan Eksistensi Masyarakat Hukum Adat yang digelar oleh Unit Kegiatan Mahasiswa Fakultas "Mahkamah" di auditorium Fakultas Hukum Universitas Lampung (Unila), Bandar Lampung pada (5/5).
Manahan memaparkan pasal-pasal dalam konstitusi yang secara tegas mengatur keberadaan masyarakat hukum adat, yaitu Pasal 18B ayat (2), Pasal 28I ayat (3) dan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Demikian pula dalam beberapa putusan MK 3/PUU-VIII/2010 dan 31/PUU-V/2007 yang mempertegas kedudukan masyarakat hukum adat. "Norma-norma konstitusi pasca-amendemen telah menguatkan eksistensi masyarakat hukum adat, termasuk juga tafsir konstitusional MK dalam pengujian undang-undang,"paparnya di hadapan peserta seminar.
Terkait akses masyarakat hukum adat terhadap hutan adat, Manahan mengulas seputar Putusan Nomor 35/PUU-X/2012 yang menjadi milestone dalam penentuan status hutan adat. "MK telah menyatakan bahwa hutan adat bukan hutan negara, lebih dari itu putusan a quo memengaruhi pembaharuan hukum di level nasional dan mendorong hadirnya berbagai produk hukum daerah yang berkaitan dengan masyarakat hukum adat, misalnya lahirnya RUU pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum acara,” ujar alumnus Universitas Sumatera Utara ini.
Dalam kesimpulannya, Manahan kembali menegaskan bahwa MK akan senantiasa mengawal konstitusi dan memastikan masyarakat hukum tidak telanggar hak-hak konstitusionalnya oleh undang-undang yang normanya terbukti bertentangan dengan konstitusi. "MK telah mengoreksi berbagai undang-undang terkait hak konstitusional MHA dan menyelaraskannya dengan konstitusi," tegasnya menutup sesi pertama.
Seminar dihadiri sekitar 100 orang dari berbagai perguruan tinggi di Bandar lampung yang dibuka Rektor Hasriadi Mat Akin dan dilanjutkan penyerahan cinderamata kepada seluruh narasumber. Pada sesi kedua juga dihadari oleh narasumber yang concern dalam persoalan MHA. (mma)