Sejumlah 158 orang mahasiswa Fakultas Hukum UPN Veteran Jawa Timur mendapatkan wawasan mengenai Sistem Ketatanegaraan di Indonesia dari Panitera Pengganti MK Mardian Wibowo pada Kamis (3/5) di Aula Gedung MK. Dekan FH UPN Veteran Jawa Timur Sutrisno selaku salah satu dosen pendamping menyampaikan melalui kunjungan ke MK yang merupakan salah satu lembaga negara di bidang hukum, diharapkan dapat memberikan bekal bagi para mahasiswa calon sarjana hukum yang kelak akan bekerja di ranah hukum.
“Dengan mengunjungi lembaga tinggi negara di bidang hukum, di masa mendatang apabila mereka diterima di lembaga tersebut, mereka tidak akan canggung lagi karena sudah mendapatkan pemahaman secara materi dan praktik sehingga dapat menghadapi masalah hukum di masa mendatang,” jelas Sutrisno.
Dalam penyampaiannya, Mardian menjelaskan sebelum reformasi pada 1998, Undang-Undang Dasar 1945 merupakan sumber hukum tertinggi. Kemudian, lanjut Mardian, kedaulatan rakyat diberikan seluruhnya kepada MPR sebagai Lembaga Tertinggi negara. Selanjutnya, MPR mendistribusikan kekuasaannya ke lima Lembaga Tinggi yang sejajar kedudukannya, yaitu Mahkamah Agung (MA), Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Pertimbangan Agung (DPA) serta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Namun, setelah dilakukannya amendemen UUD 1945, maka kedudukan MPR bukan lagi sebagai lembaga tertinggi negara, tetapi memiliki kedudukan yang setara dengan lembaga negara lainnya.
Mardian melanjutkan keberadaan MK, merupakan salah satu bagian dari amendemen UUD 1945. MK lahir sebagai bagian dari lembaga peradilan bersama-sama dengan MA. Dalam perjalanan kelembagaannya, MK memiliki beberapa kewenangan, di antaranya adalah menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. “Dalam kewenangan ini MK menguji norma terhadapUUD 1945. Jadi, norma diuji dengan norma. Dan, siapa saja boleh mengajukannya ke MK,” terang Mardian.
Selain kewenagan pengujian UU, jelas Mardian, MK juga berwenang memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum, serta MK wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga melakukan pelanggaran (impeachment). (Sri Pujianti/LA)