Perusahaan yang sahamnya dilepas oleh pemerintah menjadi sebuah holding perusahaan akan berakibat pada kerugian langsung bagi negara. Demikian keterangan Dosen Ilmu Ekonomi Universitas Surakarta R. Agus Trihatmoko selaku Ahli yang dihadirkan Pemohon perkara nomor 14/PUU-XVI/2018 dalam sidang lanjutan pengujian Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada Rabu (2/5) di Ruang Sidang Pleno MK.
Menurut Agus, kerugian tersebut diakibatkan karena negara kehilangan keuntungan ekonomi secara langsung karena nilai dari aset telah berpindah ke sebuah holding. “Bahkan pada suatu kasus, sebuah holding dapat saja melakukan kamuflase strategis dengan menjual aset ataupun kepemilikan sahamnya ke pihak lain guna penampilan nilai keuntungan perusahaan,” terang Agus.
Selain itu, Agus menyebut manajemen pemerintah terhadap BUMN bersifat kapitalis karena terseret sistem ekonomi liberalis akibat dari diterapkannya UU BUMN sehingga norma a quo menyimpang dari substansi konstitusi ekonomi Indonesia. Ia menyampaikan dalam paradigma ekonomi, Pasal 2 ayat 1 huruf a UU BUMN pada frasa “penerimaan negara pada khususnya” tersebut, bermakna negara memiliki orientasi untuk mengekploitasi ekonomi melalui peran BUMN. Hal ini, jelas Agus, mengindikasikan adanya pertentangan dengan sifat emansipasi dan partisipasi tiap elemen pelaku ekonomi masyarakat secara filosofis pada asas kekeluargaan dan kebersamaan. Sedangkan Pasal 2 ayat 1 huruf b UU BUMN pada frasa “mengejar keuntungan”, Agus menjelaskan bermakna BUMN lebih mengutamakan orientasi pada keuntungan atas pemodalan kapitalistik melalui kepemilikan bisnis kelompok pemerintah.
“Jadi, benar adanya bahwa Pemerintah menjadi kelompok penguasa bisnis BUMN secara kapitalisme tanpa partisipasi masyarakat sebagai tumpuan ekonomi untuk ikut berdaulat. Sehingga pasal a quo telah menyimpang dari substansi filosofi Konstitusi Ekonomi Indonesia yang berparadigma kooperatisme sesuai Pasal 33 UUD 1945,” jelas Agus di hadapan sidang yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman.
Sebelumnya, Albertus Magnus Putut Prabantoro, dkk., selaku Pemohon mendalilkan dua pasal dalam UU BUMN tersebut merugikan hak konstitusionalnya karena keberadaan pasal-pasal tersebut telah diselewengkan secara normatif dan menyebabkan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2017 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke dalam Modal Saham Perusahaan Persero. Dalam PP yang juga dikenal dengan PP Holding BUMN Tambang tersebut, terdapat tiga BUMN yang dialihkan sahamnya kepada PT Indonesia Asahan Aluminium Persero (Inalum).Adapun tiga BUMN yang dimaksud yakni Perusahaan Perseroan (Persero) PT Aneka Tambang Tbk, Perusahaan Perseroan (Persero) PT Timah Tbk, serta Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bukit Asam Tbk.Selain itu, Pemohon menilai implimentasi dari UU BUMN tersebut juga telah menunjukkan akibat dari penyertaan modal negara pada BUMN lain sehingga BUMN tersebut menjadi anak perusahaan BUMN lainnya. Akibatnya, ketentuan initelah menghilangkan BUMN dan dapat dikategorikan sebagai privatisasi model baru karena adanya transformasi bentuk BUMN menjadi anak perusahaan BUMN tanpa melalui mekanisme APBN dan persetujuan DPR RI.
Sebelum menutup persidangan, Anwar menyampaikan persidangan berikutnya akan digelar pada Rabu, 23 Mei 2018 pukul 10.00 WIB dengan agenda mendengarkan keterangan Ahli dari Pemohon. (Sri Pujianti)