Pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam (UU Perlindungan Nelayan) digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (30/4) siang dengan agenda perbaikan permohonan.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Poros Maritim Indonesia Barharudin Farawowan selaku Pemohon menyampaikan langsung perbaikan permohonan kepada Majelis Hakim yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul. Ia menyebut telah memperbaiki bagian kedudukan hukum sesuai saran panel hakim dalam sidang sebelumnya.
“Sesuai sidang terdahulu, Majelis Hakim memberikan nasihat kepada Pemohon. Pada sidang kali ini kami telah memperbaiki legal standing dari Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Poros Maritim Indonesia, dalam hal ini ketua umum dan sekretaris jenderal,” ungkap Barharudin mengenai Perkara Nomor 32/PUU-XVI/2018 tersebut.
Sementara Pemohon lainnya, Wakil Sekretaris Jenderal DPP Geomaritim Bidang Hukum dan Kerjasama Antara Lembaga Alfian Akbar Balyanan menjelaskan ada perbaikan pada sistematika permohonan. “Sehingga yang sebelumnya kerugian konstitusional kami lampirkan setelah pokok-pokok permohonan, namun pada perubahan kali ini kami gabungkan dalam kedudukan hukum,” kata Alfian.
Sebelumnya, Pemohon menguji Pasal 37 ayat (3) UU UU Perlindungan Nelayan yang menyebutkan, “Dalam hal impor komoditas perikanan dan komoditas pergaraman, menteri terkait harus mendapatkan rekomendasi dari Menteri.”
Pemohon mengungkapkan frasa “komoditas perikanan dan komoditas pergaraman” dalam UU a quo multitafsir sehingga berpotensi menimbulkan persoalan dalam implementasinya. Menurut Pemohon, selain digunakan untuk konsumsi langsung masyarakat, garam juga dapat dijadikan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam dunia industri.
Terkait hal tersebut, Pemohon melihat adanya ketidakselarasan data yang digunakan oleh Menteri Perindustrian dan Menteri Kelautan dan Perikanan untuk melakukan impor komoditas garam. Akibat ketidakselarasan tersebut, Pemohon berpendapat bahwa industri dalam negeri mengalami kekurangan pasokan garam. Untuk itu, Pemohon meminta agar pasal a quo dinyatakan bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945 dan memohon agar dibatalkan keberlakuannya. (Nano Tresna Arfana/LA)