Mahkamah Konstitusi (MK) menerima kunjungan dari Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Tangerang. Kunjungan tersebut diterima oleh Peneliti MK Ananthia Ayu Devitasari pada Senin (30/4) di Gedung MK.
Dalam kunjungan tersebut, Ayu menyampaikan mengenai seluk-beluk kelahiran MK baik MK pertama di dunia maupun MKRI. Menurutnya, MK pertama dunia berdiri di Austria pada 1920. Berdirinya MK Austria tersebut digagas oleh Hans Kelsen. Sementara di Indonesia, keberadaan MK baru terbentuk pada 13 Agustus 2003 setelah amendemen UUD 1945 yang berlangsung sejak 1999-2002 silam. “Idenya sudah ada sejak jaman kemerdekaan melalui Soepomo. Namun belum adanya sarjana hukum yang mumpuni kala itu, barulah pada 2003, MKRI berdiri,” jelas Ayu di hadapan sekitar 150 orang mahasiswa.
Ayu pun menyampaikan 4 (empat) kewenangan dan 1 (satu) kewajiban MK sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Kewenangan MK tersebut di antaranya MK berwenang menguji UU terhadap UUD 1945. Ia menyebut proses pengujian undang-undang di MK sebagai proses purifikasi sebuah undang-undang yang merupakan produk politik. Ia pun mengungkapkan kewenangan ini paling banyak diperiksa MK dan pada akhirnya, meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai hak konstitusionalnya. Kewenangan ini, lanjutnya, juga berakibat banyaknya masyarakat yang mengajukan constitutional complaint.
“Sering kali karena masyarakat memandang MK objektif. Lalu masyarakat yang misalnya bersengketa tanah dan tidak mendapatkan keadilan di peradilan umum, jadi mengajukan ke sini. Tapi harus diketahui bahwa MK menguji norma undang-undang yang bertentangan dengan konstitusi,” jelasnya.
Kemudian, Ayu juga menyampaikan terkait syarat untuk menjadi pemohon pengujian undang-undang. Menurutnya, warga negara perseorangan dapat menjadi pemohon asalkan memenuhi kedudukan hukum.
“Ia harus pihak yang hak konstitusionalnya dirugikan. Jadi, misalnya kemarin ada putusan tentang praktik kedokteran, pihak yang mempunyai hak konstitusional? Apakah mahasiswa hukum? Bukan karena tidak ada hubungannya, jadi yang punya kedudukan hukumnya dokter, mahasiswa kedokteran atau pensiunan dokter,” jelasnya.
Selain itu, Ayu juga menyampaikan mengenai kewenangan MK mengadili sengketa antarlembaga negara yang kewenangannya tercantum dalam UUD 1945. “Batasan lembaga negara di sini adalah lembaga negara yang kewenangannya diatur dalam konstitusi yang bisa mengajukan sengketa lembaga negara di MK. Jadi, MK berfungsi sebagai wasit,” ujarnya.
Kewenangan lainnya, tambah Ayu, penyelesaian sengketa hasil pemilihan kepala daerah yang akan dilaksanakan MK pada Juli hingga September 2018 mendatang. Selain PHP Kada, Ayu menyebut MK juga sedang mempersiapkan diri menjelang Tahun Politik 2019 mendatang. “Dalam melaksanakan kewenangan ini, MK diuji muruah dan objektivitasnya,” jelasnya.
Usai sesi materi, para mahasiswa langsung menuju ke Ruang Sidang Pleno untuk mengikuti sidang. Tak lupa, mereka pun mengunjungi Pusat Sejarah Konstitusi yang terbuka untuk umum pada hari kerja. Di museum ini, Konstitusi dipelajari dalam delapan zona. Delapan zona tersebut, yaitu zona pra kemerdekaan, zona kemerdekaan, zona undang-undang dasar 1945, zona konstitusi RIS, zona UUD sementara 1950, zona kembali ke UUD 1945, zona perubahan UUD 1945, zona mahkamah konstitusi. (Lulu Anjarsari)