Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama (UU Peradilan Agama) tidak dapat diterima. Demikian dibacakan Ketua MK Anwar Usman didampingi para hakim konstitusi lainnya dalam sidang pengucapan putusan, Kamis (26/4) sore.
Sebagaimana diketahui, Nina Handayani selaku Pemohon menguji Pasal 2 angka 1 UU Peradilan Agama yang menyatakan, “Yang dimaksud dengan ‘rakyat pencari keadilan’ adalah setiap orang baik warga negara Indonesia maupun orang asing yang mencari keadilan pada pengadilan di Indonesia”. Pasal a quo dianggap merugikan hak konstitusional Pemohon karena bersifat multitafsir, dapat ditafsirkan secara berbeda oleh hakim di pengadilan agama yang kemudian memberikan peluang bagi warga negara asing dapat mengajukan permohonan talak kepada Pemohon, walaupun pernikahan yang berlangsung tidak dicatatkan atau ilegal.
Pemohon yang menikah dengan Mohd. Zuki bin Daud warga negara Malaysia memiliki tanah seluas 491 meter persegi dan 310 meter persegi di daerah Pelabuhan Ratu, Sukabumi yang kemudian menjadi harta bersama. Menurut Pemohon, hakim Pengadilan Agama Cibadak yang menerima talak cerai Mohd. Zuki bin Daud serta mengabulkan permohonan harta bersama atas tanah yang dimiliki oleh Pemohon tersebut adalah sesat karena adanya norma Penjelasan Pasal 2 angka 1 UU Peradilan Agama.
Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan Hakim Konstitusi Suhartoyo, setelah Mahkamah mempelajari dengan saksama permohonan Pemohon Perkara 99/PUU-XV/2017, ternyata tidak ditemukan adanya bukti yang dapat memperkuat dalil Pemohon, khususnya bukti yang terkait dengan kedudukan hukum Pemohon sebagai pihak yang dirugikan dengan putusan Pengadilan Agama Cibadak Nomor 101/Pdt.G/2007/PA.Cbd. tanggal 26 Februari 2008.
“Padahal bukti tersebut sangat penting untuk membuktikan dalil Pemohon terkait anggapan perihal kerugian hak konstitusionalnya. Dengan demikian, Mahkamah sulit menemukan adanya hubungan hukum antara Pemohon dengan mantan suaminya,” terang Suhartoyo.
Berdasarkan uraian pertimbangan di atas, Mahkamah tidak mendapatkan keyakinan akan adanya kebenaran kerugian konstitusional sebagaimana didalilkan Pemohon untuk dapat dijadikan dasar bagi Mahkamah dalam menilai bahwa Pemohon mempunyai kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo.
“Menimbang bahwa meskipun Mahkamah berwenang mengadili perkara a quo, namun oleh karena Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum, maka pokok permohonan tidak dipertimbangkan,” tandas Suhartoyo. (Nano Tresna Arfana/LA)