Bahasan terkait hak konstitusional warga negara menjadi perbincangan menarik dalam kunjungan rombongan Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat ke Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (25/4). Peneliti MK Helmi Kasim mendiskusikan hal ini bersama 220 mahasiswa yang hadir di Aula MK. Ia menyebut setiap warga negara dapat melindungi hak konstitusionalnya dengan mengajukan uji materi undang-undang yang dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) ke MK. Menurut Helmi, banyak Pemohon yang pernah mengujikan undang-undang masih berstatus sebagai mahasiswa. “Mahasiswa pun memiliki legal standing untuk ajukan Permohonan,” ujarnya.
Helmi menyebut Pemohon, dalam hal ini warga negara, lebih kuat dibanding Presiden maupun DPR. Sebab pengajuan uji materiil undang-undang dapat menghasilkan batalnya suatu undang-undang. Presiden maupun DPR tidak dapat melakukan proses ini hingga berujung pada batalnya suatu undang-undang.
Selain itu, Helmi menyebut pada jaman orde baru, hak konstitusional warga negara tidak dilindungi karena MK belum berdiri. Helmi menyebut jika ada UU yang dibuat DPR dan presiden, maka tidak ada yang bisa membatalkan. Kala itu, lanjut Helmi, proses yang berlaku adalah legislatif review yang merupakan proses politik dan bukan proses hukum. Proses pengubahan undang-undang ini dilakukan oleh parlemen.
Pasca reformasi, lanjut Helmi, MK baru berdiri yang kewenangan utamanya adalah menguji undang-undang terhadap UUD 1945. Selain wewenang tersebut, MK berwenang memutus sengketa antara lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus perselisihan hasil pemilu dan memutus pembubaran partai politik. Sedangkan, kewajiban MK adalah memutus pendapat DPR terkait dugaan presiden dan atau wakil presiden melanggar hukum maupun melakukan perbuatan tercela.
Helmi menyebut MK dalam konteks pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 merupakan penafsir sah dan resmi Konstitusi. Putusan MK, lanjutnya, bersifat final dan mengikat. Helmi pun menegaskan bahwa MK merupakan penjaga konstitusi atau Guardian of the Constitution.
Selain bahasan tentang hak konstitusi, Helmi juga menjelaskan gambaran persidangan di MK. Ia menjelaskan proses pertama adalah pemeriksaan pendahuluan, yang dilanjutkan dengan pemeriksaan persidangan yang menghadirkan Pemohon, Pihak Terkait, Pemerintah, dan juga DPR. Selanjutnya Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH), terakhir adalah putusan. “Lama tidaknya persidangan tergantung banyak sedikitnya ahli dan saksi yang dihadirkan pihak berperkara,” jelasnya.
Perkembangan Terkini MK
Terkait kondisi MK terkini, Helmi menyebut perkara pengujian undang-undang paling sering ditangani MK. Kemudian, sengketa hasil pemilu yang jumlah perkaranya cukup banyak, namun bersifat kondisional saat momen pilkada. Adapun terkait sengketa lembaga negara jumlah perkaranya ada, tetapi sangat sedikit. “Untuk perkara pembubaran partai politik dan impeachment pada presiden dan wakil presiden belum pernah dilakukan,” jelasnya.
Di akhir kunjungan, perwakilan rombongan Deden Koswara tersebut mengucapkan terimakasih atas sambutan yang hangat. Ia berharap di waktu yang akan datang bisa disambut lagi di MK. Sebab kunjungan ini akan direncanakan sebagai kegiatan rutinan setiap tahun karena tujuan yang dikunjungi adalah lembaga negara termasuk MK. (ARS/LA)