Sidang uji materii Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (24/4). Agenda sidang perkara Nomor 29/PUU-XVI/2018, yakni mendengar perbaikan permohonan.
Kuasa hukum Pemohon Resa Indrawan Samir menjelaskan telah memperbaiki permohonan sesuai dengan saran panel hakim pada sidang sebelumnya. Pemohon mengurangi jumlah pasal yang diuji menjadi dua pasal, yakni Pasal 142 ayat (2) huruf a dan Pasal 142 ayat (3) UU PT. Semula Pemohon mengujikan Pasal 142 ayat (2) huruf a, Pasal 142 ayat (3), Pasal 143 ayat (1), Pasal 145 ayat (2), Pasal 146 ayat (2), Pasal 147 ayat (1), Pasal 147 ayat (2) huruf b, Pasal 148 ayat (2), Pasal 149 ayat (1), Pasal 149 ayat ayat (2), Pasal 149 ayat (4), Pasal 150 ayat (1), Pasal 150 ayat (4), Pasal 151 ayat (1), Pasal 151 ayat (2), Pasal 152 ayat (1), Pasal 152 ayat (3), dan Pasal 152 ayat (7) UU PT.
Selain itu, Pemohon juga memperbaiki kerugian konstitusional yang dialami dengan berlakunya Pasal 142 ayat (2) huruf a dan Pasal 142 ayat (3) UU PT. Pemohon menganggap Pasal 142 ayat (2) huruf a dan Pasal 142 ayat (3) UU PT yang tidak mengandung kepastian hukum terhadap likuidator. Pemohon menilai pasal-pasal a quo akan mengganggu pencapaian tujuan dari dibentuknya UU PT tersebut yang bertujuan untuk lebih meningkatkan pembangunan perekonomian nasional.
“Sebab, pelaksanaan likuidasi yang tidak dilakukan oleh likuidator yang profesional dan memiliki kualifikasi tertentu akan memungkinkan pencapaian peningkatan pembangunan nasional tidak sampai pada target atau bahkan mengalami penurunan,” jelas Resa di hadapan panel hakim yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat.
Sejumlah likuidator tercatat sebagai Pemohon perkara Nomor 29/PUU-XVI/2018 tersebut. Pemohon mempermasalahkan ketiadaan persyaratan jelas terkait profesi likuidator. Hal ini menyebabkan ketidakpastian hukum dan ancaman kriminalisasi terhadap profesi Pemohon. Pemohon menyebut kerugian faktual yang dialami adalah banyak likuidator yang bukan Warga Negara Indonesia (likuidator asing) atau lembaga likuidator asing melakukan praktik likuidasi terhadap perseroan-perseroan berbadan hukum Indonesia atau perseroan-perseroan asing yang ada di Indonesia. Di sisi lain, kerugian potensial yang dapat dialami para likuidator adalah tidak adanya perlindungan hukum akibat ketidakjelasan definisi likuidator. Hal ini dinilai menyebabkan profesi likuidator mudah dikriminalisasi. (ARS/LA)