Deputi Bidang Infrastruktur Bisnis Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Hambra Samal hadir mewakili Pemerintah dalam sidang lanjutan pengujian Pasal 2 ayat (1) huruf a dan b serta Pasal 4 ayat (4) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Selasa (10/4) siang.
Pemerintah membantah dalil para Pemohon yang menyatakan pembentukan holding mengakibatkan penurunan aset negara. Menurut Hambra, pengalihan saham yang merupakan aset milik negara tersebut melalui pembentukan holding akan menyebabkan nilai aset negara tidak berubah atau tidak mengalami penurunan. “Bahkan pembentukan holding menciptakan nilai tambah yang lebih besar,” ujarnya.
Hambra juga menjelaskan bahwa Pemerintah memiliki saham dwiwarna pada BUMN yang telah menjadi anak perusahaan. Kepemilikan saham oleh Pemerintah tersebut dalam rangka memperkuat dan melindungi kepentingan Pemerintah melalui pengendalian penuh terhadap BUMN yang menjadi anak perusahaan, serta mempertahankan peran-peran BUMN yang selama ini dimiliki BUMN.
“Kewajiban BUMN induk memiliki mayoritas saham lebih dari 50% pada anak perusahaan BUMN dimaksud dan tetap memperlakukan anak perusahaan eks BUMN tersebut sama dengan BUMN yaitu tetap dapat melaksanakan penugasan pemerintah,” ungkap Hambra.
Selanjutnya, terhadap kekhawatiran para Pemohon mengenai pembentukan holding BUMN akan terkendala oleh ketentuan PSAK Peraturan Standar Akuntansi 65 (PSAK 65) yang mengharuskan konsolidasian, Pemerintah beranggapan bahwa kekhawatiran tersebut sepenuhnya tidak benar.
“Pada kenyataannya holding BUMN yang baru dibentuk pun telah memiliki laporan keuangan konsolidasian sesuai dengan PSAK 65, yaitu sebagaimana laporan keuangan konsolidasian PT. Inalum Tahun 2017,” jelas Hambra.
Dengan demikian, menurut Pemerintah, dalil para Pemohon yang menyatakan “dengan tidak dapat dilaksanakannya konsolidasian akan menurunkan nilai aset negara” adalah dalil yang tidak benar dan tidak terbukti.
Sebelumnya, Albertus Magnus Putut Prabantoro dkk selaku Pemohon mendalilkan kedua pasal tersebut merugikan hak konstitusionalnya sebagai warga negara. Pemohon menyatakan keberadaan pasal-pasal tersebut telah diselewengkan secara normatif dan menyebabkan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2017 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke dalam Modal Saham Perusahaan Persero. Dalam PP yang juga dikenal dengan PP Holding BUMN Tambang tersebut, terdapat tiga BUMN yang dialihkan sahamnya kepada PT Indonesia Asahan Aluminium Persero (Inalum).
Adapun tiga BUMN yang dimaksud yakni Perusahaan Perseroan (Persero) PT Aneka Tambang Tbk, Perusahaan Perseroan (Persero) PT Timah Tbk, serta Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bukit Asam Tbk. Selain itu, Pemohon menilai implimentasi dari Pasal 4 ayat (4) UU BUMN tersebut juga telah menunjukkan akibat dari penyertaan modal negara pada BUMN lain sehingga BUMN tersebut menjadi anak perusahaan BUMN lainnya. Melalui ketentuan initelah menghilangkan BUMN dan dapat dikategorikan sebagai privatisasi model baru karena adanya transformasi bentuk BUMN menjadi anak perusahaan BUMN tanpa melalui mekanisme APBN dan persetujuan DPR RI. (Nano Tresna Arfana/LA)