Mahasiswa Program Studi (Prodi) Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) Universitas Kanjuruhan Malang berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (10/4) siang.
“Maksud kedatangan kami adalah untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya dari Mahkamah Konstitusi. Karena tupoksi MK secara umum sudah didapat para mahasiswa di bangku kuliah,” kata Dosen Prodi PPKn Universitas Kanjuruhan Malang Didi Iswahyudi.
Panitera Pengganti MK Syukri Asy’ari menerima kunjungan para mahasiswa di Ruang Delegasi Gedung MK. Syukri menjelaskan latar belakang terbentuknya MK Republik Indonesia. “Salah satu tuntutan reformasi tahun 1998 adalah amandemen UUD 1945 yang kemudian mengusulkan pembentukan Mahkamah Konstitusi di Indonesia. Seperti disebutkan dalam Pasal 24C UUD 145 tentang kewenangan Mahkamah Konstitusi,” ujar Syukri.
Syukri pun menjelaskan pembentukan Mahkamah Konstitusi pun diberikan waktu. “Adapun kapan paling lambat Mahkamah Konstitusi dibentuk, ada di aturan peralihan Pasal 3 UUD 145 yang menyebutkan Mahkamah Konstitusi harus dibentuk selambat-lambatnya pada 17 Agustus 2003. Karena itulah Mahkamah Konstitusi lahir bersamaan dengan pengesahan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi yang disahkan pada 13 Agustus 2003,” ungkap Syukri.
Dalam pembahasannnya, Syukri menjelaskan MKRI merupakan MK ke-78 di dunia dan lahir dari pemikiran pakar hukum asal Austria Hans Kelsen yang mengusulkan adanya satu organ untuk menguji undang-undang, apakah bertentangan dengan Konstitusi atau tidak. Dalam perjalanannya, sebelum terbentuk MKRI, tokoh nasional Mohammad Yamin pernah mengusulkan adanya lembaga yang untuk menguji undang-undang. Namun ide Yamin ditolak Soepomo karena UUD 1945 tidak mengenal Trias Politica dan ketika itu belum banyaknya sarjana hukum di Indonesia yang memahami pengujian undang-undang.
Ikatan Hakim Indonesia juga sempat mengusulkan agar Mahkamah Agung diberi kewenangan untuk menguji undang-undang terhadap UUD. Karena kewenangan Mahkamah Agung hanya untuk menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang. Tapi hal ini pun belum terealisir.
Singkat cerita, sambung Syukri, pada 2001 perubahan ketiga UUD 1945 mengamanatkan pembentukan Mahkamah Konstitusi sebagai kekuasaan kehakiman selain Mahkamah Agung. Setelah terbentuk pada 13 Agustus 2003, MK Republik Indonesia memiliki empat kewenangan dan satu kewajiban.
“Di mana pun Mahkamah Konstitusi berada, kewenangan yang pasti ada adalah menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Ini yang kita kenal dengan judicial review. Mahkamah Konstitusi di dunia ada yang satu atap dengan Mahkamah Agung dan ada yang berdiri sendiri. Indonesia memilih Mahkamah Konstitusi yang berdiri sendiri, terpisah dengan Mahkamah Agung,” papar Syukri.
Kewenangan kedua MKRI, kata Syukri, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar. Berikutnya, ada kewenangan untuk memutus pembubaran partai politik. Selama ini MKRI belum pernah memutus pembubaran partai politik. Selain itu ada kewenangan memutus sengketa Pemilihan Umum. “Nah ini yang sangat banyak perkaranya,” ucap Syukri.
Di samping kewenangan, Syukri menyebut ada kewajiban MK, yaitu memutus pendapat DPR terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan Presiden dan/atau Wakil Presiden. Ia menjelaskan MK adalah lembaga peradilan yang terdiri dari sembilan hakim konstitusi. Para hakim tersebut, merupakan representasi pilihan dari Mahkamah Agung (MA), Presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). (Nano Tresna Arfana/LA)