Sidang uji materiil terkait parliamentary threshold (PT) yang diajukan Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Garuda) kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (28/3). Agenda perkara Nomor 20/PUU-XVI/2018, yakni mendengar perbaikan permohonan.
Kuasa Hukum Pemohon Maulana Bungaran menjelaskan perbaikan yang telah dilakukan. Salah satunya Pemohon menambah kutipan AD/ART partai yang isinya menyebut kewenangan ketua dan sekjen untuk mewakili partai. “Lainnya, kami memperbaiki petitum sesuai nasihat Hakim Maria Farida Indrati dan putusan perkara nomor 3 tahun 2009,” jelasnya dalam sidang yang dipimpin Hakim Konstitusi Aswanto.
Pemohon merasa dirugikan dengan berlakunya Pasal 414 Ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Pasal 414 Ayat 1 UU Pemilu menyatakan, “Partai politik peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit empat persen dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR.”
Pemohon menilai dengan berlakunya Pasal 414 Ayat 1 UU Pemilu dapat mengakibatkan hilangnya hak untuk mendapatkan kursi di tingkatan DPR RI. Terutama, jika perolehan suara Pemohon di Daerah Pemilihan tertentu memenuhi syarat untuk mendapatkan kursi DPR RI, namun perolehan suara Pemohon tingkat DPR RI secara keseluruhan tidak memenuhi ambang batas parlemen.
Pemohon pun menjelaskan berdasarkan ketentuan Pasal 22E Ayat (2) UUD 1945, setiap partai politik peserta Pemilihan Umum 2019 termasuk Pemohon memiliki hak untuk berkontestasi memperebutkan kursi DPR RI. Namun hak untuk berkontestasi akan hilang jika perolehan suara Pemohon secara nasional tidak memenuhi ambang batas perolehan suara. Hal demikian dapat terjadi meski perolehan suara Pemohon di daerah pemilihan tertentu memenuhi syarat untuk mendapatkan kursi DPR RI.
Selain itu, Pemohon menerangkan konsep penyederhanaan partai politik tidak dapat dilakukan dengan membabi buta, melainkan harus dilaksanakan dalam bingkai keadilan. Artinya, lanjutnya, jangan sampai konsep penyederhanaan partai politik menimbulkan kondisi tidak adil bagi siapapun. (ARS/LA)