Sidang perbaikan permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (UU PBB) digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (28/3) siang. Abas Tasimin selaku Pemohon, hadir dalam persidangan.
Dalam perbaikan permohonan dipaparkan sejumlah kerugian yang dialami Pemohon. Pemohon mendalilkan hak konstitusional Pemohon untuk hidup sejahtera lahir dan batin dan bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, tidak Pemohon dapatkan karena adanya kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Tahun 2014 berkisar dari 93,6% sampai 258%, “Jauh di atas kenaikan yang biasanya sekitar 10% sesuai inflasi yang terjadi selama setahun,” tegas Abas Tasimin tanpa didampingi oleh kuasa hukum.
Selanjutnya, Pemohon menjelaskan kekhawatiran Pemohon yang bertambah karena ada ketentuan-ketentuan lain juga yang memberatkan, yaitu adanya denda administrasi yang tercantum dalam Pasal 11 ayat (3), “Pajak yang terutang yang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau kurang dibayar dikenakan denda administrasi sebesar 2% sebulan yang dihitung sejak jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 bulan.”
“Selain itu, kalau tidak bayar-bayar PBB beberapa tahun, akan dipasangi papan bertuliskan ‘Belum Membayar Pajak Bumi dan Bangunan’ di depan rumah. Kami sampaikan potret yang kami ambil di lapangan. Pertama adalah objek rumah Ibu Aminah di daerah Percetakan Negara Jakarta,” urai Abas.
Berdasarkan bukti-bukti tersebut di atas, sambung Abas, terdapat kerugian hak konstitusional Pemohon. Padahal Pasal 28H UUD 1945 menyebutkan, “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”
Sebagaimana diketahui, permohonan yang teregistrasi dengan nomor perkara 19/PUU-XVI/2018 diujikan oleh Abas Tasimin dan dua Pemohon lainnya. Pemohon mempersoalkan Pasal 6 ayat (1) UU PBB mengenai dasar pengenaan pajak adalah nilai jual objek pajak dan Pasal 6 ayat (2) UU a quo mengenai besarnya nilai jual objek pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan setiap 3 tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan daerahnya. Pemohon mendalilkan kenaikan PBB yang bervariasi pada 2014 lalu dan merugikan hak konstitusional Pemohon. Sebagai bukti keresahan akibat kenaikan pajak, masyarakat lingkungan Kelurahan Cempaka Putih Timur, Kecamatan Cempaka Putih telah mengirim Surat Nomor 008/RW01 - 08/Pajak/VIII/2014 tanggal 21 Agustus 2014 kepada Gubernur dan Ketua DPRD DKI Jakarta.
Keputusan menaikkan pajak, kemudian bangunan tahun 2014 untuk bumi dan bangunan yang tidak dijual oleh pemiliknya atas dasar perkiraan nilai jual objek pajak bertentangan dengan pertimbangan huruf a dan huruf b UU PBB karena tidak sesuai dengan kemampuannya pemilik. Pemilik kemampuannya pada saat nilai perolehan awal objek pajak dan pemilik pada 2014 tidak menerima manfaat dan kenikmatan berupa uang yang sebagian bisa diserahkan kepada negara sebagai Pajak Bumi dan Bangunan. (Nano Tresna Arfana/LA)