Dalam upaya menjalin hubungan kerja sama antara Mahkamah Konstitusi RI (MKRI) dengan Mahkamah Agung Monaco (MA Monaco), Ketua MKRI Arief Hidayat melakukan kunjungan kerja ke Monaco atas undangan dari MA Monaco. Kunjungan ini merupakan tindak lanjut dari pembicaraan sebelumnya antara Arief dengan Wakil Ketua MA Monaco Jean-Michael Lemoyne de Forges, di tengah penyelenggaraan Conference of European Constitutional Courts pada 2017 di Georgia.
Didampingi oleh Sekretaris Jenderal MKRI M. Guntur Hamzah dan Pejabat Fungsi Politik KBRI Paris Cicilia Rusdiharini, Arief diterima oleh Ketua MK Monaco Didier Linotte, Ketua Dewan Negara Laurent Anselmi, dan Sekretaris Jenderal MA Monaco Patrick Sommer di Gedung Palais de Justicia, Monaco, pada Jumat (23/3).
Dalam pertemuan tersebut, Laurent Anselmi menjelaskan bahwa Monaco dapat dikatakan sebagai salah salah satu negara yang pertama kali membatalkan undang-undang, namun tidak banyak yang mengulasnya. Monaco yang dikenal sebagai micro-city atau city-state ini, membentuk Mahkamah Agung pada 1911 yang kemudian menjadi cikal bakal dijalankannya fungsi dan kewenangan Mahkamah Konstitusi.
“MA Monaco berperan layaknya mahkamah konstitusi karena memiliki kewenangan dan fungsi kontrol konstitusional dan administratif, termasuk terhadap perjanjian internasional. Selain itu, MA Monaco juga memiliki kewenangan untuk melakukan kontrol legalitas administratif terhadap peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh pemerintah, lembaga negara, dan pejabat administratif,” ungkap Didier Linotte yang juga merupakan Guru Besar di bidang Hukum Publik.
Dalam pertemuan tersebut, ketiganya membahas dan bertukar pikiran serta gagasan terkait dengan sistem hukum di kedua negara. Berbeda dengan di Indonesia dan negara-negara lainnya, para pihak yang dapat mengajukan permohonan pembatalan undang-undang atau tindakan administratif ke MA Monaco tidak hanya dibatasi bagi warga negara Monaco saja, namun juga warga negara asing atau penduduk di luar wilayah Monaco.
Selain itu, pertemuan juga diwarnai dengan diskusi hangat mengenai beragam isu, mulai dari konsep pemisahan kekuasaan negara (separation of powers) di Kerajaan Monaco, stuktur kelembagaan MA Monaco, hingga konsep Pancasila sebagai batu uji dalam pengujian undang-undang di MKRI.
Dalam pertemuan tersebut, Arief menyampaikan usulan kerja sama dengan MA Monaco berupa pertukaran informasi terkait putusan-putusan penting (landmark decisions) dan permohonan kesempatan internship bagi pegawai MKRI apabila kerja sama antara MKRI dan Pantheon Sorbonne University (Paris-1) dapat terlaksana. Sedangkan, Didier Linotte dan Laurent Anselmi sangat tertarik dengan penjelasan terkait dengan sistem dan aplikasi teknologi informasi yang diterapkan oleh MKRI, sehingga mereka memohon agar dapat diberikan bahan-bahan terkait untuk dapat dipelajari lebih lanjut.
Sebelum mengakhiri pertemuannya, Arief mengundang Didier Linotte untuk menghadiri sekaligus menjadi pembicara dalam kuliah umum dalam rangka simposium internasional yang akan digelar oleh MKRI pada September mendatang. Atas undangan tersebut, Didier Linotte menyambut baik dan menyatakan kesediaannya untuk datang ke Indonesia sebagai bagian dari realisasi rencana kerja sama dengan MKRI. (SH/LA)