Dalam rangka memperkuat kapasitas dan kapabilitas sumber daya manusia, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) menjajaki kerja sama dengan Panthéon-Sorbonne University. MKRI yang diwakili oleh Sekretaris Jenderal MK M. Guntur Hamzah dengan didampingi oleh Cicilia Rusdiharini, Minister Counsellor dari KBRI Paris, menggelar pertemuan dengan pihak Université Paris 1 Panthéon-Sorbonne yang diwakili oleh Dekan François dan Ketua Program David Capitant di Panthéon-Sorbonne University pada Rabu (21/3). Pertemuan ini membahas mengenai kemungkinan penyelenggaraan recharging program dan internship.
“MK Indonesia memiliki maksud untuk memperkuat kapasitas dan kapabilitas sumber daya manusia yang membantu para hakim konstitusi sebagai supporting units dengan tujuan untuk terus menjaga dan meningkatkan kualitas putusannya,” jelas Guntur mengawali pemaparannya.
Menyambut keinginan tersebut, pihak Sorbonne Law School menyampaikan antusiasmenya untuk menjalin dan membangun fondasi dasar kerja sama dengan MK. Meskipun MK merupakan lembaga peradilan, namun hal tersebut tidak menjadi permasalahan bagi Panthéon-Sorbonne University. Terlebih lagi, Panthéon-Sorbonne University memiliki akademisi yang ahli dalam bidang hukum tata negara dengan jaringan akademik dan organisasi internasional yang sangat luas.
Salah satu isu utama yang didiskusikan dalam pertemuan tersebut mengenai rencana pemilihan medium bahasa yang akan digunakan dalam proses belajar mengajar. Walaupun Perancis mempunyai budaya kuat dalam penggunaan bahasa nasionalnya, namun Capitant menyarankan agar medium bahasa yang digunakan adalah bahasa Inggris sepenuhnya. Hal ini dimaksudkan agar proses belajar mengajar dan diskusi dapat berlangsung secara efektif dan efisien serta tercapai tujuannya.
“Pertanyaan tentang bahasa merupakan suatu political question. Sebab di satu sisi Perancis ingin mempertahankan budaya dan pengaruhnya. Akan tetapi di sisi lain, Perancis tidak ingin kehilangan kesempatan untuk mengajarkan apa yang diketahui dan dimilikinya kepada orang lain,” jelas Capitant yang memiliki keahlian di bidang perbandingan hukum tata negara dan hukum administrasi.
Recharging program ini merupakan program yang akan diikuti oleh para peneliti dan panitera pengganti di MK untuk meningkatkan pengetahuan, wawasan, dan keahlian mereka guna membantu hakim konstitusi. Sedangkan, internship merupakan program yang dapat diikuti oleh para pegawai MK untuk menambah keahlian dan pengalaman terkait dengan pengembangan dan penguatan sistem pendukung bagi hakim konstitusi.
Selain mengikuti serangkaian perkuliahan di dalam kelas, recharging program dan internship juga dirancang dalam format kunjungan belajar di lembaga-lembaga negara terkait. Misalnya, Dewan Konstitusi, Parlemen, Mahkamah Agung, hingga Komisi Pemilihan Umum. Sebelumnya, kedua program ini telah dijalankan oleh MK bekerja sama dengan The Hague University, Belanda sejak 2017. (DS/LA)