Direktur Utama PT Harapan Sinar Abadi Henny Victoria memperbaiki permohonan uji materi terkait sanksi keterlambatan pembayaran pajak sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) serta UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (UU PPNBM). Sidang kedua perkara Nomor 10/PUU-XVI/2018 tersebut digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (6/3) siang.
Dalam sidang tersebut, Henny menjelaskan telah melakukan perbaikan permohonan terkait dalil permohonan sesuai saran panel hakim dalam sidang sebelumnya. Ia menjelaskan negara telah menghilangkan hak Pemohon dengan memberlakukan Pasal 9 ayat (2a) dan Pasal 13 UU KUP dan Pasal 9 ayat (9) UU PPNBM. Sebagai wajib pajak, Pemohon diberi waktu tiga bulan untuk mengkreditkan atau mengajukan pengembalian lebih bayar, sementara negara mempunyai tempo lima tahun untuk menelusuri kewajiban wajib pajak yang belum dipenuhi. Selain itu, ia menjelaskan Pasal 13 ayat (3) huruf c UU KUP mengurangi hak konstitusional Pemohon karena adanya penyertaan ditambahkan denda 100%. “Sepatutnya untuk ditiadakan karena PPN telah kami bayar,” jelasnya di hadapan Panel Hakim yang dipimpin Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna dengan didampingi Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams dan Saldi Isra.
Kemudian, Turseno selaku kuasa hukum Pemohon pun menambahkan bahwa total pajak yang harus dibayarkan pihaknya ke kas negara sangat fantastis. “Total yang harus dibayarkan ke kas negara lebih dari Rp21.500.000. Menurut kami, sepatutnya PT ABC selaku wajib pajak hanya diwajibkan membayar pajak yang terhutang tidak atau kurang bayar sebesar Rp1.000.000,” jelasnya Turseno.
Pemohon mendalilkan ketiga pasal tersebut merugikan perusahaan pengadaan alat-alat kesehatan yang dipimpinnya. Ia menganggap keberlakuan pasal tersebut menyebabkan Pemohon mengalami kerugian dan ketidakadilan. Pasal 9 ayat (2a) UU KUP mengatur tentang sanksi denda bagi keterlambatan pembayaran pajak penghasilan. Sedangkan Pasal 13 UU KUP mengatur tentang kewenangan Dirjen Pajak dalam jangka waktu 5 tahun dapat menetapkan pajak kurang serta sanksi dendanya. Sementara Pasal 9 ayat (9) UU PPNBM mengatur tentang jangka waktu setelah 3 bulan bagi pajak yang lebih bayar.
Menurut Pemohon, ketiga ketentuan tersebut telah menghilangkan hak Pemohon untuk menuntut pengajuan kembali kelebihan pembayaran pajak. Sementara negara dapat menuntut pembayaran kurang bayar pajak. Seharusnya keterlambatan Pemohon membayar pajak memberikan keuntungan pada pihak negara atas hak Pemohon yang belum dibayarkan menjadi simpanan kas negara. Lebih sesuai bila wajib pajak dikenakan denda atas keterlambatan ini, misalnya dikreditkan lebih dari 1 tahun (tidak 3 bulan). Sanksi administrasi sebesar 1% (satu persen) per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo satu tahun faktur yang diajukan sampai dengan tanggal pengajuan dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan, paling lama 24 bulan. (Sri Pujianti/LA)