Sebanyak 150 mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (22/2) siang. Peneliti MK Anna Triningsih menerima kunjungan rombongan para mahasiswa di Aula MK.
Di awal, Anna menjelaskan berbagai hal mengenai hakim konstitusi yang dipilih dan diusulkan dari tiga cabang kekuasaan, yakni legislatif, eksekutif dan yudikatif. “Jumlah Hakim MK terdiri dari 9 orang yang berasal dari tiga unsur yaitu Pemerintah (Eksekutif), DPR (Legislatif), Mahkamah Agung (Yudikatif). Hakim-hakim MK itu direkrut mewakili dari tiga lembaga tersebut. Namun walaupun Hakim MK berasal dari 3 lembaga, saat Hakim MK sudah mengenakan toga di persidangan, mereka harus meninggalkan kepentingan dari masing-masing lembaga yang mengusung,” ujar Anna yang didampingi moderator Leli Novianti mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Anna melanjutkan, masa jabatan Hakim MK tidak permanen, tetapi sebagai hakim ad hoc yang menjabat selama 5 tahun. Setelah itu, hakim konstitusi dapat dipilih kembali untuk 5 tahun berikutnya. Sedangkan masa jabatan Ketua dan Wakil Ketua MK adalah 2,5 tahun. “Ketua dan Wakil Ketua MK dipilih oleh 9 hakim konstitusi melalui musyawarah dan mufakat. Mereka bisa memilih sendiri dan memilih koleganya,” ungkap Anna.
Lebih lanjut, Anna menerangkan bahwa sebelum adanya reformasi dan perubahan UUD 1945, di Indonesia tidak ada undang-undang yang bisa diuji meskipun ada hak konstitusional warga negara yang dirugikan. Jadi pada saat undang-undang sudah disahkan, tidak bisa digugat,” imbuh Anna.
Kemudian, Anna mengungkapkan muncul desakan-desakan dan tuntutan-tuntutan pasca reformasi 1998, antara lain melakukan amendemen UUD 1945 yang kemudian membentuk Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia pada 13 Agustus 2003.
Selanjutnya, Anna menerangkan kewenangan MKRI yang utama yaitu melakukan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945. “Apabila ada warga negara yang merasa hak konstitusionalnya dirugikan oleh sebuah norma, pasal, ayat, atau hanya satu frasa, kata, maka hal itu bisa diajukan pengujian undang-undang ke MK. Inilah yang menjadi ruhnya MK. Permohonannya bisa disusun oleh pemohon sendiri atau melalui kuasa hukum,” papar Anna.
Ditambahkan Anna, mereka yang bisa melakukan pengujian undang-undang di MK adalah perseorangan warga negara, kelompok warga negara, badan hukum privat atau publik, lembaga negara, kesatuan masyarakat hukum adat.
Selain melakukan pengujian undang-undang terhadap UUD, lanjut Anna, MK juga berwenang memutus sengketa antara lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan hasil pemilu dan memutus pendapat DPR apabila Presiden dan atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum atau perbuatan tercela.
Anna juga memaparkan mengenai persidangan di MK yang terdiri atas sidang panel dan sidang pleno. Sidang panel melalui sidang pemeriksaan pendahuluan dengan tiga hakim, berlanjut dengan sidang perbaikan permohonan. Setelah itu, sidang pleno pembuktian dengan menghadirkan saksi maupun ahli, hingga akhirnya menggelar sidang pengucapan putusan. Hakim yang hadir dalam sidang pleno adalah 9 orang, namun sidang pleno bisa dihadiri 6 sampai 8 Hakim MK kalau ada yang berhalangan. Itulah yang disebut sidang panel yang diperluas. (Nano Tresna Arfana/LA)