Kepala Biro Humas dan Protokol Rubiyo menerima kunjungan Peserta Diklatpim Lembaga Administrasi Negara (LAN) Angkatan 1 Tahun 2018. Kunjungan yang dilakukan untuk dilakukan melengkapi pembelajaran terkait wawasan kebangsaan tersebut berlangsung di Ruang Delegasi MK, Kamis (15/2) pagi.
Dalam paparan awal, Rubiyo menjelaskan MK adalah produk dari reformasi dan dibentuk sesuai amendemen ketiga Konstitusi. Kewenangan MK yang paling esensial adalah melakukan uji materiil undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar (UUD 1945). Dalam hal ini, MK dapat membatalkan keberlakuan produk undang-undang yang dibuat DPR dan pemerintah. Kewenangan ini, lanjutnya, tidak terjadi saat zaman orde baru.
Rubiyo menjelaskan jika wacana kewenangan untuk menguji undang-undang sudah ada saat zaman pra kemerdekaan. Saat itu, Muhammad Yamin di sidang BPUPKI mengusulkan supaya Balai Agung (Mahkamah Agung) dapat melakukan tugas tersebut, namun usul tersebut ditolak Soepomo. Menurut Soepomo, Konstitusi tidak mengandung Trias Politica dan juga masih belum banyak sarjana hukum yang mumpuni.
Lebih lanjut, Rubiyo menjelaskan tentang lima kewenangan dan satu kewajiban MK. Kewenangan utama MK adalah menguji undang-undang terhadap UUD 1945. Berikutnya, MK berwenang memutus sengketa antara lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945. Selain itu, MK berwenang memutus perselisihan hasil pemilu dan memutus pembubaran partai politik. Sedangkan, kewajiban MK adalah memutus pendapat DPR terkait dugaan presiden dan atau wakil presiden melanggar hukum maupun melakukan perbuatan tercela.
Tak lupa, Rubiyo juga menjelaskan bahwa MK memiliki aplikasi Klik MK yang dapat diunduh melalui ponsel. Dari sini, publik dapat melihat segala macam informasi yang berkaitan dengan MK seperti jadwal, risalah sidang, maupun video conference (vicon). Saat sesi tersebut, Rubiyo juga memandu langsung peserta untuk mengunduh aplikasi tersebut.
Selesai pemaparan, peserta bernama Neni menanyakan tentang bagaimana MK mengatur integritas para hakimnya, sebab banyak beberapa kasus terkini yang menjerat hakim MK. Rubiyo menyatakan MK memiliki Dewan Etik. “Sifatnya mengawasi segala tindak dan perilaku hakim. Bahkan ada juga Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) bersifat ad hoc untuk mengadili perkara etik yang berat,” jelasnya.
Peserta lainnya, Andi Erizal mempertanyakan kemungkinan MK melakukan konsultasi dengan DPR atau semacam judicial preview terkait suatu undang-undang. Hal ini dikemukakannya saat membandingkan dengan Rumania maupun Perancis. “Terkait judicial preview, MK di Indonesia tak memiliki kewenangan demikian. Sebab yang dapat dilakukan MK adalah judicial review. Menurut saya, MK RI secara kultur berbeda sehingga penerapan praktik hukumnya juga berbeda,” tandasnya. (ARS/LA)