Undang-undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Masyarakat (UU Ormas) kembali diuji secara materi ke Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (13/2). Kali ini, permohonan dengan Nomor 9/PUU-XVI/2018 tersebut diajukan oleh Eggy Sudjana dan Damai Hari Lubis yang berprofesi sebagai pengacara. Kedua Pemohon menguji Pasal 59 ayat (4) huruf c, Pasal 62 ayat (3), Pasal 80A, Pasal 82A ayat (1) dan ayat (2) UU Ormas.
Pemohon diwakili Benny Haris Nainggolan selaku kuasa hukum mendalilkan pasal-pasal yang diuji bersifat multitafsir dan rentan ditafsirkan secara subjektif oleh pemerintah. Misalnya, dalam Pasal 59 ayat (4) huruf c UU Ormas, Pancasila dapat ditafsirkan secara subjektif dan sepihak oleh pemerintah. Adapun Pasal 62 ayat (3) dan Pasal 80A UU Ormas, bersifat tak memberikan ruang pembelaan bagi ormas yang hendak dibubarkan. Harusnya, lanjut Benny, ormas tetap diberikan ruang pembelaan melalui proses hukum.
“Adapun Pasal 82A ayat (1) dan ayat (2) bertentangan dengan prinsip kepastian hukum pertangggungjawaban pidana, yakni seseorang dapat dipidana meski tidak langsung melanggar ketentuan,” ujarnya dalam sidang yang dipimpin oleh Wakil Ketua MK Anwar Usman tersebut.
Untuk itu, Pemohon meminta kepada Majelis Hakim Konstitusi untuk membatalkan keberlakuan pasal-pasal tersebut.
Nasihat Hakim
Dalam sidang perdana tersebut, Panel Hakim menemukan kesalahan format yang digunakan Pemohon. Alih-alih menggunakan format permohonan sebagai Pemohon, justru permohonan yang diajukan ke MK merupakan format permohonan Pihak Terkait. Terhadap hal ini, Benny menyebut pada awalnya, Pemohon ingin mengajukan diri sebagai Pihak Terkait, namun memutuskan mengubah posisi menjadi Pemohon. Hal ini membuat Anwar selaku Pimpinan Panel Hakim meminta supaya format permohonan diperbaiki.
Sementara Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna mengingatkan bahwa UU ini sedang mengalami proses revisi. Ia menyarankan agar Pemohon lebih baik menunggu hasil revisi terlebih dahulu sehingga tidak membuang tenaga. Di sisi lain, Palguna meminta Pemohon untuk membedakan uraian kedudukan hukum dan alasan pokok permohonan.
“Alasan permohonan fokusnya adalah membuktikan inkonstitusionalnya undang-undang yang Saudara mohonkan pengujian atau pasal-pasal dalam undang-undang ini. Adapun legal standing penekanan bahwa Pemohon memiliki hak konstitusional. Hak konstitusional itulah yang Saudara anggap dirugikan oleh berlakunya undang-undang ini,” jelasnya.
Kemudian, Hakim Konstitusi Aswanto meminta Pemohon memperbaiki surat kuasanya. “Diperbaiki sesuai dengan yang Saudara inginkan bahwa tidak menjadi Pihak Terkait, tetapi menjadi Pemohon. Sehingga klausul di surat kuasa Saudara harus sinkron,” ujarnya. (ARS/LA)