Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai didampingi Wakil Ketua LPSK Lies Sulistiani, dan Sekjen LPSK Noor Sidharta menyampaikan keinginan LPSK untuk menjalin kerja sama dengan MK. Disambut Ketua MK Arief Hidayat dan Sekjen MK M. Guntur Hamzah dalam audiensi ke MK di Ruang Delegasi MK pada Kamis (8/2), Abdul Haris menjelaskan harapan LPSK untuk menyinergikan tugas pokok dan fungsi LPSK sebagai lembaga yang didirikan untuk menangani pemberian perlindungan dan bantuan pada saksi dan korban dalam proses peradilan pidana.
Pengajuan kerja sama ini dilakukan atas dasar besarnya keinginan LPSK terhadap MK untuk sama-sama membangun lembaga yang mampu menciptakan negara hukum yang demokratis. Hal ini mengingat MK adalah sebuah lembaga yang sudah lebih dulu membangun pilar demokrasi dengan memperjuangkan hak konstitusi warga negara. Selain itu, Abdul Haris juga menekankan bahwa untuk menghadapi Pilkada Serentak 2018 dan 2019, LPSK melihat besarnya potensi keterlibatan LPSK nantinya dengan saksi-saksi yang akan dihadirkan dalam persidangan di MK.
“Pilkada nantinya tentu akan ada pemeriksaan terhadap saksi-saksi yang mungkin saja mendapatkan perlakuan yang tidak baik seperti adanya indikasi intimidasi atau kekerasan. Untuk itu, di sini kami berperan melindungi para saksi sejauh berkaitan dengan tindak pidana. Dengan demikian, kami merasa perlu mengawali hal ini dengan mengajukan kerja sama pada MK untuk mendukung kami selaku lembaga baru yang juga mengutamakan unsur keadilan bagi warga negara,” sampai Abdul Haris.
Terkait dengan fasilitas telekonferensi serta pelatihan pendidikan Pancasila dan Konstitusi yang terdapat di MK, pihak LPSK mengharapkan adanya dukungan dari MK untuk dilibatkan dalam optimalisasi fasilitas tersebut guna memfasilitasi para saksi dan korban dalam penyelidikan sebuah perkara yang ada di MK. ”Adanya fasilitas telekonferensi yang digunakan MK, kami pun harapkan dapat juga dimanfaatkan LPSK sehingga keberadaan lembaga yang merupakan bentuk implementasi dari hak-hak konstitusi warga negara yang juga disebut dalam UU lebih optimal. Oleh karena itu, kami melihat hal ini sejalan dengan MK,” sampai Abdul Haris.
Terhadap harapan dan kerja sama yang diajukan oleh LPSK tersebut, Arief menilai hal tersebut sudah selayaknya dilakukan antara kedua lembaga yang lahir sebagai bagian dari produk reformasi, yang dibutuhkan untuk membangun negara hukum yang demokratis. “Saya sangat mendukung adanya MoU untuk sarana kerja sama dan memperkokoh niat baik ini. Dan dalam hal ini, saya selaku Ketua MK bersifat mengetahui, sedangkan untuk penandatanganannya secara teknis menjadi bagian dari wewenang sekretaris jenderal,” ujar Arief.
Arief menilai atas pengajuan kerja sama ini, MK pun sangat berkepentingan karena harus menghadirkan saksi yang jujur sehingga dapat memberikan keterangan dengan sesungguhnya. Karena menurut Arief, semua itu menyangkut rasa keadilan sehingga saksi yang jujur sangat dibutuhkan MK. “Maka betul, saksi-saksi yang bisa memberikan keterangan dengan jujur sangat penting bagi sebuah putusan MK. Jadi, ada titik singgung yang memang bisa kita sinergikan antara kedua lembaga ini," jelas Arief.
Terkait dengan fasilitas telekonferensi dan penyelenggaraan pendidikan Pancasila dan konstitusi, Arief menilai hal tersebut adalah milik negara yang sudah selayaknya dimanfaatkan secara bersama-sama.
“MK sangat terbuka atas kesediaan LPSK untuk memberikan materi di Pusdik MK nantinya guna meningkatkan kesadaran konstitusi warga negara, utamanya terkait dengan masalah hak asasi manusia. Kami menyambut baik kerja sama ini untuk sama-sama membangun negara hukum yang demokratis,” tandas Arief. (Sri Pujianti)