Sidang uji materi Penjelasan Pasal 59 ayat (1) UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (7/2) di Ruang Sidang Pleno MK. Dalam sidang perbaikan permohonan tersebut, Eep Ependi selaku kuasa hukum para Pemohon menyampaikan telah mengubah norma pengujian yang semula berupa Penjelasan Pasal 59 ayat (1) UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) menjadi Pasal 59 ayat (1) UU Ketenagakerjaan sepanjang perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).
Selain itu, Eep juga menyebutkan bahwa pihaknya telah menyempurnakan legal standing dan penjabaran hak konstitusionalnya. Eep yang didampingi salah satu prinsipal, yakni Abdul Hakim, menguraikan pula bahwa Pemohon telah memberikan gambaran singkat mengenai perkembangan UU Ketenagakerjaan. Selain itu, Pemohon juga menguraikan kerugian konstitusional yang dialaminya. Pekerja memiliki posisi tawar lemah dengan ketiadaannya kewajiban bagi pengusaha mencatatkan PKWT. \"Sehingga diperlukan campur tangan negara menjadi suatu tiang bangunan sistem hukum ketenagakerjaan dengan cara melakukan pengawasan pelaksanaan UU Ketenagakerjaan di antaranya memeriksa perjanjian kerja,\" jelas Eep.
Pemohon, yakni Abdul Hakim, Romi Andriyan Hutagaol, Budi Oktariyan, Mardani, Tarsan, dan Supriyanto merupakan para pekerja yang secara perseorangan mengajukan perkara pengujian UU Ketenagakerjaan dengan nomor registrasi 6/PUU-XVI/2018. Dalam permohonannya, para Pemohon merasa dirugikan dengan ketidakpastian hukum tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang telah disepakati pada masa awal bekerja di perusahaannya. Pasal a quo, menurut para Pemohon, hanya memuat persyaratan pencatatan perjanjian kerja kontrak ke Dinas Tenaga Kerja.
Di samping itu, pada praktiknya, pencatatan PKWT dalam UU a quo tidak bersifat wajib dan dilakukan oleh bukan pegawai pengawas ketenagakerjaan pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. Hal ini berdampak bagi para Pemohon yang dapat sewaktu-waktu kehilangan pekerjaan karena tidak terjamin dan terlindungi hak konstitusionalnya dalam memperoleh pekerjaan. Oleh karena itu, para Pemohon berpendapat sudah seyogianya, pencatatan perjanjian kontrak menjadi kewenangan pengawas ketenagakerjaan dengan terlebih dulu dilakukan pemeriksaan atas terpenuhi atau tidaknya persyaratan perjanjian kontrak, baik secara subjektif maupun objektif. (Sri Pujianti/LA)