Sebanyak 18 Siswa IPS SMA 1 Padang berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (6/2). Agenda kunjungan tersebut dalam rangka memperkaya khazanah keilmuan terkait lembaga pengawal konstitusi ini. Kunjungan mereka diterima Panitera Pengganti Tingkat II Ery Satya Pamungkas di Aula MK.
Dalam paparan awal, dirinya menjelaskan tentang urgensi dari Konstitusi. Ia menuturkan setiap negara memiliki Konstitusi. “Konstitusi adalah sesuatu yang menjadi kesepakatan bersama dalam suatu negara. Ini adalah aturan tertinggi dalam bernegara,” jelasnya.
Di Indonesia, lanjut Ery, MK menjadi pengawal Konstitusi. MK bertugas untuk memastikan bahwa undang-undang yang dibentuk parlemen dan presiden tidak bertentangan dengan Konstitusi. MK, lanjutnya, adalah hasil reformasi dan dibentuk sesuai amendemen ketiga UUD 1945. Adapun MK berdiri tepat pada tanggal 13 Agustus 2003.
Lebih detail, Ery memaparkan tentang empat kewenangan dan satu kewajiban MK. Perinciannya, yakni menguji UU terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan hasil pemilu. “Untuk kewajibannya adalah memberikan putusan atas pendapat DPR tentang dugaan pelanggaran presiden dan atau wakil presiden menurut UUD 1945,” jelasnya.
MK di Indonesia, jelas Ery, bukanlah yang pertama ada di dunia. Ia menjelaskan MK pertama berada di Austria dan didirikan pada 1920 dengan Hans Kelsen sebagai pendiri. “Tujuannya agar ketentuan konstitusi sebagai hukum tertinggi dapat dijamin pelaksanaannya. Disinilah perlunya organ yang dapat menguji aturan apakah bertentangan dengan Konstitusi atau tidak,” jelasnya.
Dalam sesi tanya jawab, seorang peserta mempertanyakan peran MK dalam konteks pemberantasan korupsi di Indonesia khususnya dalam korupsi di daerah. Ery menyatakan MK adalah lembaga peradilan. Artinya sifat MK adalah pasif dan bukan seperti penegak hukum. MK, lanjutnya, dapat melakukan tindakan mengungkap fakta-fakta misal tentang korupsi di daerah, namun sifatnya berlaku dalam sidang. Sifat MK, kata dia, adalah sebagai pengungkap fakta. “Misal ada sengketa Pilkada, dan ada penggunaan uang dari APBD untuk operasional dalam kampanye,” jelasnya.
Untuk pertanyaan terkait putusan, Ery menyebut putusan MK bersifat final dan mengikat. Tidak ada penarikan atau pengubahan pada putusan yang telah dibuat. “Hakikatnya putusan MK tak bisa memuaskan semua pihak. Namun segala putusan menimbulkan konsekuensi baik pro dan kontra adalah hal biasa,” ujarnya.(ARS/LA)