Mahkamah Konstitusi (MK) menyelenggarakan sidang Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN) yang diajukan oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kabupaten Aceh Tenggara sebagai Pemohon I dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Tenggara sebagai Pemohon II terhadap KIP Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) sebagai Termohon I, Gubernur Provinsi NAD sebagai Termohon II dan Presiden RI cq. Menteri Dalam Negeri RI sebagai Termohon III, Senin (28/1) pukul 10.00 WIB, di Ruang Sidang Pleno Lantai II MKRI dengan agenda Mendengarkan Saksi dari Pemohon, Termohon I dan II, serta Pihak Terkait.
Pada sidang tersebut dari pihak Pemohon dan Termohon menghadirkan saksi yakni, M. Yusri Rangkuti (Ketua Panwaslih Aceh Tenggara) dan Usman (Ketua PPK Laweh Alas Aceh Tenggara) selaku Saksi dari Pemohon dan Saksi dari Termohon I, Rahmat Fadhil, SP. Sedangkan Saksi yang didatangkan oleh Termohon II ialah Amat Irwansyah (Ketua Panitia Pemilihan Kecamatan â PPK â Babul Makmur) dan Saidi Amran (Ketua PPK Babul Rahmah).
Memulai persidangan, M. Yusri Rangkuti menjelaskan ada beberapa poin penting Panwaslih Aceh Tenggara yang dibuat berdasarkan pengamatan dan penglihatan secara langsung bahwa KIP Aceh Tenggara selaku penyelenggara pilkada sebenarnya telah berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kedua, terdapat fakta bahwa KIP Aceh Tenggara dalam melaksanakan tugasnya banyak mendapatkan pressure dari berbagai pihak dalam upayanya menyelesaikan pilkada secara tepat waktu. âDi sini KIP Aceh Tenggara memang benar mengeluarkan SK Negara No. 494 Tahun 2006 tertanggal 25 Desember 2006 dan bukan SK 488 tentang wacana pemungutan suara kembali. Jadi yang perlu ditekankan adalah KIP Aceh Tenggara tidak melakukan Pilkada ulang sebagaimana yang selalu disampaikan berbagai pihak,â jelas Yusri.
Sementara itu, Ketua PPK Laweh Alas juga menambahkan bahwa ia diberi sejumlah uang sebesar Rp. 1 juta dari KIP Provinsi NAD agar membantu di dalam pembuatan rekapitulasi suara.
Menanggapi keterangan yang diberikan oleh saksi Pemohon tersebut, Amat Irwansyah menyatakan pada dasarnya Pilkada Kabupaten Aceh Tenggara tidak terdapat masalah sampai dengan hari âHâ, 11 Desember 2006. âPada tanggal tersebut setelah kotak suara sampai di Kecamatan, Camat Babul Makmur beserta seorang anggota DPRK datang menemui saya dengan tujuan agar saya mau mengubah rekapitulasi atau menggelembungkan jumlah suara dari hasil yang sebenarnya yaitu terhadap kandidat Nomor 1 Bupati dan Wakil Bupati Aceh Tenggara,â urai Amat.
Senada dengan Amat, Saidi Amran mengatakan pelaksanaan penghitungan suara di Kecamatan Babul Rahmah berjalan dengan jujur dan adil. Akan tetapi, pada 12 Desember 2006, setelah melakukan rapat pleno rekapitulasi hasil pemungutan suara dari setiap kecamatan yang dihadiri oleh semua saksi calon kandidat, anggota Panwaslih Kecamatan, dan beberapa tokoh masyarakat, anggota KIP Aceh Tenggara, Dedi Mulyana, mengajak Saidi untuk melakukan ârapat gelapâ. âMengapa dikatakan demikian, karena saya tidak mengerti maksud dari rapat tersebut yang ternyata ditujukan untuk menggelembungkan hasil rekapitulasi suara,â papar Saidi.
Setelah mendengar keterangan dari masing-masing saksi, Hakim Konstitusi, I Dewa Gede Palguna memberikan tanggapan bahwa sesuai dengan pernyataan dari ahli yang Termohon ajukan yakni Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D., bahwa perkara yang diajukan oleh Pemohon meskipun disusun dalam bentuk permohonan SKLN pada intinya perkara yang diajukan sebenarnya adalah sengketa hasil Pilkada di Kabupaten Aceh Tenggara yang seharusnya diselesaikan di Mahkamah Agung (MA), bukan MK.
Menutup persidangan ini, Ketua Majelis Hakim Konstitusi, H. M. Laica Marzuki, mengatakan bahwa jadwal sidang selanjutnya adalah Pengucapan Putusan. (Andhini Sayu Fauzia)