Sebanyak 83 mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Muhammadiyah Metro Lampung berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (30/1) siang. “Kedatangan kami dalam rangka Kuliah Kerja Lapagan para mahasiswa untuk mempelajari lebih jauh dari Mahkamah Konstitusi,” kata Adri Abunawar selaku Dekan FH Universitas Muhammadiyah Metro Lampung.
Panitera Pengganti MK Syukri Asyari menerima para mahasiswa di Aula Gedung MK. Dalam pemaparannya, Syukri menjelaskan mengenai amendemen UUD 1945 pada 1999 – 2002. “Salah satu tuntutan reformasi adalah amendemen UUD 1945. Perlunya amendemen UUD 1945, antara lain karena ada kekuasaan yang tidak dibatasi. Misalnya MPR disebut sebagai lembaga tertinggi negara. Kemudian dikoreksi saat amendemen UUD 1945. Bahwa kedudukan antara lembaga negara di Indonesia setara,” urai Syukri kepada para mahasiswa.
Selanjutnya, Syukri menjelaskan amendemen UUD 1945 juga memunculkan ide perlunya lembaga untuk menguji undang-undang. Karena pada saat itu praktik pengujian undang-undang tidak dikenal di Indonesia.
“Kalau kita lihat garis lurus sejarah pengujian undang-undang, bisa melihat kasus Marbury vs Madison di Amerika pada 1803. Hingga kemudian berdasarkan gagasan Hans Kelsen lahirlah Mahkamah Konstitusi Austria pada 1920 sebagai Mahkamah Konstitusi pertama di dunia,” jelas Syukri.
Sementara sejarah pengujian undang-undang di Indonesia bermula pada masa kemerdekaaan. Saat rapat BPUPK, lanjut Syukri, Mohammad Yamin mencetuskan ide perlunya sebuah badan yang bertugas membanding undang-undang. Namun ide Yamin ditentang Soepomo. Dengan alasan, Indonesia tidak menganut prinsip Trias Politica dan ketika itu belum banyak sarjana hukum yang menguasai masalah pengujian undang-undang. Selanjutnya, pernah muncul pula gagasan membentuk badan untuk melakukan pengujian undang-undang oleh sebuah ikatan hakim. Namun akhirnya saat amandemen UUD 1945 gagasan pengujian undang-undang kembali muncul dan terbentuk Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) pada 13 Agustus 2003.
Setelah terbentuk MKRI memiliki sejumlah kewenangan yang sudah diatur secara limitatif dalam UUD 1945. Kewenangan pertama MKRI adalah melakukan pengujian undang-undang terhadap UUD. “Ini khas dari semua Mahkamah Konstitusi di dunia,” kata Syukri.
Berikutnya, ungkap Syukri, ada kewenangan memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD. Selain itu ada kewenangan memutus pembubaran partai politik yang sampai sekarang belum pernah dilakukan MKRI. Selanjutnya adalah kewenangan memutus perselisihan hasil Pemilu maupun hasil Pilkada.
Dalam sesi tanya jawab, ada mahasiswa menanyakan soal kemungkinan intervensi partai politik kepada Hakim MK sebelum putusan dijatuhkan. “Masing-masing Hakim MK punya pendapat sendiri terkait konstitusionalitas norma karena independensi Hakim MK. Oleh sebab itu, Hakim MK tidak pernah bisa diintervensi oleh kekuatan partai politik, bebas dari intervensi pihak mana pun. Termasuk dari pihak pengusulnya,” tandas Syukri.
Kemudian ada mahasiswa lain bertanya soal penyebab banyak orang memperkarakan sengketa Pilkada di MK. Syukri menjawab, karena pihak yang berperkara dalam Pilkada sudah mengeluarkan biaya banyak selama kampanye. “Selain itu, mereka harus membayar kuasa hukum, membiayai para saksi yang datang ke MK. Jumlahnya tidak sedikit,” tandas Syukri. (Nano Tresna Arfana/LA)