Sebanyak 14 Pegawai Pengadilan Negeri Bogor Kelas 1B berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (26/1). Kunjungan tersebut dalam rangka berbagi pengalaman serta belajar terkait penggunaan teknologi informasi (TI) yang diterapkan di MK. Mereka disambut oleh Kepala Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara, Pengelolaan Teknologi Informasi Komunikasi (P4TIK) Wiryanto didampingi Kepala Bidang Penelitian dan Pengkajian Perkara Fajar Laksono.
Dalam paparan awal, Fajar menyebut MK memiliki visi menjadi pengadilan yang modern dan terpercaya. Hal ini mengisyaratkan akses yang transparan, cepat, efektif bagi mereka yang hendak berperkara di MK. “Mewujudkan ini, MK saat memiliki salah satu tools, yakni Video Conference (Vicon). Tujuannya untuk mempermudah pihak berperkara mengikuti sidang MK,” jelasnya.
MK, lanjut Fajar, memiliki karakteristik yang berbeda dengan Mahkamah Agung (MA). Jika MA memiliki banyak pengadilan di bermacam kota, maka MK hanya tunggal berlokasi di Jakarta. Di sinilah timbul tantangan agar sekat geografis tidak jadi penghalang orang untuk bersidang. “Inilah tujuan MK memiliki Vicon,” tegasnya.
Fajar mencontohkan perkara sengketa pilkada Papua. Beberapa sidang mereka menggunakan fasilitas Vicon dalam memberi kesaksian. Begitu juga dalam perkara penodaan agama, yakni ahli dari luar negeri ikut menggunakan fasilitas Vicon.
Hingga kini, ujar Fajar, MK memiliki 42 Vicon yang tersebar di berbagai kota di Indonesia. Vicon yang ada merupakan hasil kerja sama MK dengan Perguruan Tinggi Negeri (PTN). MK memilih PTN adalah basis dan simpul-simpul utama MK dan akar dari MK itu sendiri.
“Saat ini MK hendak melakukan inovasi terkait penggunaan Vicon. Tak hanya untuk proses sidang saja, tetapi untuk kuliah umum yang diharapkan berguna bagi insan akademis,” jelasnya.
Sementara Wiryanto menyebut MK menerapkan sistem Information communication and technology system (ICT). Maksudnya menggunakan IT secara optimal sehingga meminimalisir proses beracara yang konvensional.
Perwakilan PN Bogor Rika menyatakan konsep beracara di MA sifatnya lebih ketat karena pihak yang berperkara mesti hadir di ruang sidang. “Penggunaan sejenis Vicon sifatnya tak seluwes di MK. Saat ini penggunaannya hanya untuk persidangan pidana bagi saksi korban anak, serta pembuktian digital materiil,“ jelasnya.
Rika menyebut tantangan zaman memang tak bisa dielakkan. Hal inilah yang disadari sepenuhnya oleh MA. Dengan demikian, MA dituntut responsif dengan perkembangan teknologi. Saat ini lembaganya sudah memiliki cita-cita agar MA berbasis IT. “Kami memandang MK paling andal terkait ini. Makanya kami mengagendakan untuk berkunjung ke MK,” tegasnya.
Sementara, Irwan dari bagian IT PN Bogor menyatakan ingin lebih tahu tentang teknis dan implementasi penerapan IT di MK. Sebab di lembaganya masih terkendala dari sisi SDM, anggaran, serta alat teknis yang digunakan. Ilmu yang didapat harapannya dapat diaplikasikan di lembaganya. (ARS/LA)