Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Yayasan Forum Silaturrahmi Antar-Pengajian Indonesia, Perkumpulan Hidayatullah, dan Munarman memperbaiki permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan Menjadi Undang-Undang (UU Ormas). Dalam sidang kedua yang digelar pada Senin (29/1), Panel Hakim memeriksa perbaikan permohonan Nomor 2/PUU-XVI/2018 yang dilakukan oleh para Pemohon.
Diwakili oleh Muhammad Kamil, para Pemohon menjelaskan telah melakukan perbaikan terkait alasan permohonan. Para Pemohon menerangkan telah mencantumkan perihal masalah peran pengadilan yang direduksi oleh UU Ormas. “Bahwa ada penyampingan asas due process of law dan mereduksi terhadap kewenangan atau kekuasaan kehakiman dari lembaga peradilan dimana pembubaran ormas tanpa harus melalui proses pengadilan,” jelasnya.
Sejumlah Ormas Islam serta perseorangan warga negara tersebut mendalilkan Pasal 1 angka 6 sampai dengan angka 21, Pasal 59 ayat (4) huruf c sepanjang frasa “Atau paham lain”, Pasal 62 ayat (3), Pasal 80A, dan Pasal 82A UU Ormas bertentangan dengan UUD 1945. Pemohonmendalilkan UU Ormas dinilai mengancam hak konstitusional para Pemohon dalam kemerdekaan berkumpul, berserikat, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai hari nurani karena menghilangkan peranan pengadilan dalam menjatuhkan sanksi terhadap ormas. Akibatnya, kapan pun secara subjektif pemerintah dapat melakukan pencabutan terhadap status badan hukum para Pemohon. Pemohon pun mendalilkanpada Pasal 59 ayat (4) huruf c UU Ormas sepanjang frasa “atau paham lain” yang dinilai para Pemohon multitafsir sehingga rentan digunakan secara serampangan oleh Pemerintah untuk menjerat ormas-ormas beserta pengurus dan anggotanya yang berseberangan dengan tuduhan anti Pancasila.
Kemudian, Pasal 62 ayat (3) UU Ormas dapat saja menjatuhkan sanksi terhadap ormas hanya berdasarkan subjektivitas semata tanpa dibuktikan mengenai pelanggarannya. Selanjutnya, Pasal 80A UU Ormas yang menentukan ormas dinyatakan bubar setelah pencabutan status badan hukumnya dinilai bertentangan dengan hak asasi dalam kemerdekaan berkumpul dan berserikat yang dinilai para Pemohon tidak dapat dihapus hanya dengan pencabutan surat keterangan terdaftar atau status badan hukumnya. (Lulu Anjarsari)