Pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (22/1) siang. Agenda sidang perkara Nomor 97/PUU-XV/2017 tersebut mendengarkan keterangan Pemerintah yang diwakili oleh Staf Ahli Menteri Bidang Hukum dan Reformasi Birokrasi (RB) Umar Aris.
Pemerintah menerangkan bahwa Permenhub Nomor PM 108/2017 telah mengatur secara rinci terkait penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek. Di dalamnya termasuk pengaturan terkait angkutan orang dengan menggunakan taksi dan angkutan dengan tujuan tertentu yang mencakup angkutan sewa khusus. “Dalam hal ini taksi aplikasi berbasis teknologi sebagaimana dimaksud para Pemohon telah diatur ke dalam pelayanan dalam angkutan sewa khusus,” jelas Umar Aris kepada Majelis Hakim yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams.
Pemerintah menegaskan, angkutan sewa khusus termasuk dalam salah satu jenis pelayanan angkutan orang dengan tujuan tertentu. Sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 151 huruf b UU LLAJ dan penjelasan Pasal 41 huruf b PP Nomor 74/2014. “Oleh karena itu ketentuan Pasal 151 huruf a UU LLAJ tidak memerlukan adanya penafsiran. Bahkan apabila dilakukan penafsiran terhadap ketentuan a quo, maka akan menyebabkan ketidakpastian hukum,” kata Umar.
Dijelaskan Umar, pengaturan mengenai taksi aplikasi berbasis teknologi sebagaimana dimaksud oleh para Pemohon, telah diatur dalam nomenklatur Angkutan Sewa Khusus yang merupakan angkutan umum dengan tanda nomor kendaraan bermotor dasar hitam yang pemesanannya menggunakan aplikasi berbasis teknologi informasi.
“Undang-Undang LLAJ, PP Nomor 74 Tahun 2014 dan Permenhub Nomor PM 108 Tahun 2017 merupakan bentuk kehadiran negara dalam memberikan kepastian hukum dan sesuai dengan perkembangan zaman serta memberikan perlindungan usaha kepada seluruh pelaku usaha. Termasuk para Pemohon dalam menjalankan kegiatan usahanya serta mencegah terjadinya gejolak sosial dan konflik horizontal dalam rangka menjaga kepentingan nasional,” papar Umar.
Dengan demikian, menurut Pemerintah, Pasal 151 huruf a UU LLAJ telah memberikan kepastian hukum sesuai dengan perkembangan zaman dan tidak bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.
Sebagaimana diketahui, Pemohon adalah Etty Afiyati Hentihu, Agung Prastio Wibowo, Mahestu Hari Nugroho, dkk. Para Pemohon berprofesi sebagai pengemudi taksi online mempersoalkan Pasal 151 huruf a UU LLAJ menyatakan bahwa salah satu angkutan umum tidak dalam trayek yang legal adalah taksi.
Pasal 151 huruf a UU LLAJ menyebutkan,”Pelayanan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 huruf b terdiri atas: a. angkutan orang dengan menggunakan taksi …”
Dalam permohonannya, para Pemohon menjelaskan ketentuan a quo belum mengakomodasi taksi online sebagai salah satu penyedia jasa angkutan. Hal ini dinilai merugikan para Pemohon karena dengan tidak dicantumkannya taksi online dalam ketentuan a quo. (Nano Tresna Arfana/LA)