Ajang pemilihan Kepala Daerah merupakan satu hal yang kerap menghasilkan perselisihan baik dari segi pelaksanaan dan hasil pilkadanya. Sehubungan dengan hal tersebut, Rabu (23/01), Mahkamah Konstitusi (MK) membuka Sidang Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN) pemilihan bupati dan wakil bupati Morowali dengan agenda pemeriksaan pendahuluan.
Permohonan ini diajukan oleh Ketua Panitia Pengawas (Panwas) Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Morowali, H. Muhammad Lutfi, beserta anggotanya antara lain, Alwi Lahadji, Baitul Manaf, dan Fachry Nurmallo, SH. Pihak Termohon dalam kasus ini, KPU Kabupaten Morowali dianggap telah menghalang-halangi pelaksanaan tugas dan wewenang Pihak Pemohon seperti yang diamanatkan oleh UU No. 32 Tahun 2004 jo Pasal 108 Ayat 1 PP No.6 Tahun 2005. Selain itu, pihak pemohon juga menganggap tindakan Termohon untuk membatalkan keikutsertaan Abdul Malik Syahadat dan Waris Kandori sebagai pasangan calon bupati dan wakil bupati adalah tindakan yang bertentangan dengan hukum.
Para Pemohon juga mempermasalahkan tindakan Termohon yang mengijinkan para pemilih untuk menggunakan KTP atau surat keterangan meskipun mereka tidak tercantum dalam Daftar Pemilih Tetap. Hal ini dianggap bertentangan dengan Pasal 69 Ayat (1) UU No.32 Tahun 2004 yang berbunyi âUntuk dapat menggunakan hak memilih, warga negara Republik Indonesia harus terdaftar sebagai pemilihâ
Berkenaan dengan seluruh pelanggaran tersebut para Pemohon berharap Mahkamah Konstitusi dapat mengabulkan permohonan mereka untuk menyatakan kegiatan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Morowali tidak sah dan memohonkan pemilihan ulang yang harus dilaksanakan paling lambat 60 hari sejak MK membacakan putusan yang berkenaan dengan permasalahan ini.
Dalam saran yang diberikan oleh Panel Hakim Konstitusi yang terdiri dari Hakim Konstitusi Abdul Mukhtie Fajar, H. Harjono dan Maruarar Siahaan, ada dua hal penting yang harus diperbaiki untuk dibawa ke persidangan kedua yang akan dilaksanakan 14 hari dari sekarang. Pertama, Pemohon harus menjelaskan lebih baik lagi perihal kedudukan hukum mereka. âSelain itu, Pemohon harus bisa menjelaskan apakah Panwas sebagai lembaga ad hoc termasuk dalam pengertian Lembaga Negara yang kewenangannya diatur dalam Undang-Undang atau tidak, itu harus dijelaskan lebih lanjut,â papar Mukthie senada dengan Maruarar.
Kedua, para Pemohon juga diminta untuk menjelaskan secara lebih rinci pokok tuntutan mereka. âJika Pemohon merasa kewenangannya diambil alih oleh KPU Kabupaten Morowali, kewenangan yang mana yang dimaksud? Selain itu kesalahan penerapan hukum yang mengakibatkan adanya pengambilalihan kewenangan perlu juga dijelaskan dalam persidangan selanjutnya,â jelas Harjono. (Yogi Djatnika)