Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang Pengujian UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI (UU Kejaksaan), Kamis (17/01), di Ruang Sidang Pleno Gedung MK. Sidang ini diagendakan untuk mendengarkan Keterangan Pemerintah, DPR, dan Pihak Terkait Langsung yaitu Kepolisian RI (Polri) dan Kejaksaan Agung (Kejagung). Namun dalam sidang ini pihak Pemerintah yang diwakili oleh Netty Firdaus dari Kejagung belum menggunakan kesempatannya untuk menyampaikan keterangan.
Sementara itu, Kuasa Hukum DPR, Akil Mukhtar, mengatakan bahwa perbuatan Kejagung menyidik Mayjen TNI (Purn) Subarda Midjaja, tidak melanggar hukum. Selain menjadi penuntut, Kejaksaan memang memiliki wewenang untuk melakukan penyidikan untuk pidana-pidana tertentu. âApalagi dalam kasus ini Polri dan Kejagung menyelidiki subjek dengan objek yang berbeda,â papar Akil Mukhtar.
Pendapat Akil Mukhtar ini bertolak belakang dengan keterangan Pihak Terkait Polri, Kombes Pol RM Panggabean yang cenderung membela suami Pemohon. Dia menyatakan bahwa demi kepastian hukum, sebaiknya wewenang penyidikan hanya diberikan pada Polri. Keterangan ini kemudian ditindaklanjuti Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan yang mempertanyakan kepastian hukum dari tindakan Kejagung melakukan penyidikan tanpa komunikasi terlebih dahulu dengan pihak Polri yang sebelumnya telah melakukan penyidikan hingga mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Pendidikan (SP3).
Mengenai hal ini Akil Mukhtar menjawab bahwa selain asas legalitas yang berlaku untuk menjamin kepastian hukum, peradilan di Indonesia pun menganut asas praduga tak bersalah yang prinsipnya seseorang hanya bisa dikatakan bersalah lewat putusan pengadilan. âDi dalam KUHAP, SP3 bukanlah kepastian hukum. Jika SP3 dipandang sebagai kepastian hukum, maka kemudian asas praduga tak bersalah tidak dapat ditegakkan,â jawab Akil Mukhtar.
Ahmad Bay Lubis selaku Kuasa Hukum Pemohon menerangkan perkara ini diajukan karena suami Pemohon merasa telah menjadi korban dari sistem yang salah yakni kewenangan rangkap yang dimiliki oleh Kejaksaan. âDengan demikian, upaya hukum yang ditempuh pihak suami Pemohon ini bukan hanya bermaksud menyelesaikan persoalan dirinya, tetapi lebih dimaksudkan untuk memperbaiki sistem peradilan Indonesia di masa mendatang,â jelas Ahmad.
Sebelum sidang berakhir, Ketua Majelis Hakim, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. meminta para pihak untuk menyerahkan daftar calon ahli dan bukti-bukti tambahan untuk dihadirkan pada persidangan berikutnya. (Kencana Suluh Hikmah)