Sidang perdana pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Jalan dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (19/12) siang. Para Pemohon Perkara Nomor 97/PUU-XV/2017 adalah Etty Afiyati Hentihu, Agung Prastio Wibowo, Mahestu Hari Nugroho, Dodi Ilham dan Lucky Rachman Fauzi.
Para Pemohon mempersoalkan Pasal 151 Huruf a UU LLAJ menyatakan bahwa salah satu angkutan umum tidak dalam trayek yang legal adalah taksi. Pasal 151 UU LLAJ menyebutkan, ”Pelayanan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 huruf b terdiri atas: a. angkutan orang dengan menggunakan taksi …”
Dalam permohonannya, para Pemohon menjelaskan ketentuan a quo belum mengakomodasi taksi online sebagai salah satu penyedia jasa angkutan. Hal ini dinilai merugikan para Pemohon karena dengan tidak dicantumkannya taksi online dalam ketentuan a quo.
“Menjadikan keberadaan taksi online menjadi ilegal, rawan terkena razia dan terdapat banyak larangan taksi online di berbagai kota di Indonesia. Hal ini berpotensi menghalangi hak para Pemohon untuk mencari penghidupan. Pelaksanaan dalam penyedia jasa angkutan akan merugikan para Pemohon, dimana transportasi online merupakan jasa taksi. Juga tidak dalam trayek yang menggunakan fasilitas online,” ucap Ferdian.
Oleh karena itu, para Pemohon meminta membatalkan keberlakuan Pasal 151 Huruf a UU LLAJ. Selain itu, para Pemohon meminta agar Mahkamah memasukkan taksi online ke dalam UU LLAJ.
Nasihat Hakim
Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams sebagai Ketua Panel mencermati adanya tumpang tindih antara dalil kedudukan hukum Pemohon dengan alasan-alasan pokok perkara. “Misalnya halaman 11 angka 8, dimana Pemohon mendalilkan mengenai kerugian hak, khususnya untuk Pemohon I. Kemudian halaman 18, 21, bagian huruf c, Pemohon sekali lagi mendalilkan mengenai kerugian hak,” jelas Wahiduddin.
Kemudian mengenai kedudukan hukum Pemohon, Wahiduddin menjelaskan kedudukan hukum tidak kuat. Untuk itu, ia meminta agar kedudukan hukum diperbaiki. “Para Pemohon mendalilkan sebagai pengemudi yang tergabung dalam transportasi berbasis aplikasi atau taksi online. Namun, bukti-bukti yang para Pemohon sampaikan tidak cukup. Majelis Hakim memeriksa bukti P-4 yang para Pemohon sampaikan, tetapi tidak cukup untuk memperlihatkan bahwa para Pemohon tergabung dalam keanggotaanya,” sarannya. (Nano Tresna Arfana/LA)