Permohonan Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) yang melakukan pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung (UU MA) akhirnya tidak dapat diterima oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
“Amar putusan mengadili, menyatakan permohonan Pemohon sepanjang berkenaan dengan Pasal 251 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) Undang-Undang Pemerintahan Daerah tidak dapat diterima. Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya,” kata Ketua Pleno Arief Hidayat didampingi para hakim konstitusi lainnya dalam sidang pengucapan putusan, Kamis (14/12) siang.
Terhadap Perkara Nomor 66/PUU-XIV/2016 tersebut, Mahkamah berpendapat bahwa Peraturan Daerah (Perda) ditempatkan secara hierarkis di bawah beberapa peraturan perundang-undangan, sehingga Perda dibentuk atas dasar atribusi ataupun delegasi pengaturan dari peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang. Maka tidaklah mungkin pengujian Perda hanya dapat dilakukan terhadap undang-undang saja.
“Oleh karena itu menjadi keharusan pula untuk membuka ruang pengujian perda terhadap peraturan perundang-undangan lainnya yang lebih tinggi hierarkinya dibanding Perda. Dengan demikian, sepanjang posisi hierarki Perda ditempatkan di bawah beberapa jenis peraturan perundang-undangan selain undang-undang, maka tidak dapat dinaifkan bahwa pengujian Perda terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi selain undang-undang merupakan keharusan. Justru ketiadaan mekanisme itu akan dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dalam hal Perda bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,” papar Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams yang membacakan pendapat Mahkamah.
Menurut Mahkamah, bila kemudian dapat diartikan bahwa Perda tidak dapat diuji dengan peraturan perundang-undangan lain yang posisinya lebih tinggi dari Perda itu sendiri, maka ini menjadi pertanyaan. Pasal 24A ayat (1) UUD 1945 sama sekali tidak mengatur hal tersebut. Oleh karena itu, pengujian terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih rendah dari undang-undang bukan sesuatu yang dilarang.
Mahkamah berpendapat, apabila ketentuan Pasal 31 ayat (2) UU MA dibaca lebih jauh, norma tersebut sama sekali tidak menutup ruang dilakukannya pengujian Perda terhadap undang-undang. Dengan menggunakan frasa “peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi”, maka sebuah Perda dapat saja diuji secara langsung dengan undang-undang, atau mungkin juga diuji dengan Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden.
“Artinya, norma a quo sesungguhnya tidak menghilangkan substansi yang dikehendaki oleh Pasal 24A ayat (1) UUD 1945, melainkan hanya menambahkan kewenangan pengujian kepada Mahkamah Agung yaitu menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yang posisinya masih berada di bawah undang-undang. Secara konstitusional, UUD 1945 membenarkan kewenangan lain bagi Mahkamah Agung sepanjang diberikan oleh undang-undang,” tandas Wahiduddin. (Nano Tresna Arfana/LA)