Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian Pasal 49 Ayat (1) Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) dan Undang-Undang No.18 Tahun 2006 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (UU APBN) 2007 yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945, di Ruang Sidang Pleno MK, Selasa (15/1) pagi. Dalam sidang terakhir sebelum putusan untuk perkara Nomor 24/PUU-V/2007 ini, Pemerintah menerangkan bahwa sebenarnya anggaran pendidikan harus direposisi dari UU Sisdiknas.
âPasal 31 ayat (3) UUD 1945 mengamanatkan dibentuk UU Sisdiknas yang seharusnya materinya tidak mengandung pengaturan anggaran pendidikan, karena tentang anggaran ini secara definitif dan limitatif diamanatkan dalam pasal 31 ayat (4) UUD 1945,â jelas Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Andi Mattalata yang memberi keterangan mewakili Pemerintah.
Lebih lanjut menurut Andi Mattalata, pasal 49 ayat (1) UU Sisdiknas lahir dalam keadaan saat itu tidak ada undang-undang yang mengatur definisi dan alokasi anggaran pendidikan. Dengan demikian, tambah Andi, sekaranglah saatnya Pemerintah dan DPR mereposisi UU tersebut sehingga tidak lagi terjadi kerancuan.
Sementara Anwar Arifin selaku kuasa hukum DPR menyatakan bahwa harapan pemohon untuk meningkatkan kesejahteraan guru dan dosen dengan memasukkan gaji pendidik dalam anggaran pendidikan, tidak akan tercapai.
âPasal 49 ayat (1) UU Sisdiknas ini justru sebenarnya sangat menguntungkan pemohon. Anggaran pendidikan memang tidak memasukkan gaji pendidik. Namun pendapatan-pendapatan lain seperti tunjangan profesi, tunjangan khusus, dan lainnya turut dimasukkan. Karena itu saya jamin, dengan pasal ini kesejahteraan pendidik di Indonesia akan lebih dari standar KHM (Kebutuhan Hidup Minimum)â, papar Anwar Arifin.
Namun sayangnya, menanggapi pertanyaan Hakim Konstitusi Soedarsono mengenai apakah jika gaji guru dan dosen dimasukkan, anggaran pendidikan dalam APBN tahun 2008 telah memenuhi syarat yang diamanatkan oleh Pasal 31 ayat (4) UUD 1945, Anwar Arifin menyatakan belum. Menurut Anwar Arifin, pada APBN 2008, dengan gaji guru dimasukkan di dalamnya maka anggaran pendidikan baru mencapai persentase antara 18,6-19,3%. Meskipun demikian, menurut Wakil Ketua Komisi X DPR RI yang membidangi masalah Pendidikan, Pemuda, Olaharaga, Pariwisata, Kesenian dan Kebudayaan ini, pemerintah akan terus berusaha meningkatkan anggaran pendidikan secara berkala setiap tahunnya sehingga jumlah minimum yang dipersyaratkan oleh Pasal 31 ayat (4) UUD 1945 dapat terpenuhi.
Sebelum menutup sidang, Ketua Majelis Hakim Konstitusi Jimly Asshiddiqie mengingatkan pemerintah dalam hal ini untuk kembali pada ketentuan yang tercantum dalam konstitusi, yakni anggaran pendidikan sedikitnya sebesar 20 persen dari APBN dan APBD. Ketua MK ini juga menegaskan bahwa ketentuan yang berkekuatan mengikat ini bisa tumpul jika tidak dilaksanakan secara konsisten.
âSikap mengusahakan pemenuhan syarat 20 persen secara berkala ini kurang sesuai. 20 persen ini hanya syarat minimum. Jadi kalau lebih, juga tidak masalahâ, terang Jimly.
Perkara pengujian UU Sisdiknas ini dimohonkan oleh Dra. Hj. Rahmatiah Abbas, seorang guru asal Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, dan Prof. DR. Badryah Rifai, S.H. Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar, dengan kuasa hukum Hj. Elza Syarief,S.H.,M.H. dkk. Para Pemohon menganggap Pasal 49 ayat (1) UU Sisdiknas sangat bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 31 ayat (4), karena telah mengecualikan komponen gaji guru dan dosen dari anggaran pembelanjaan negara. [Kencana Suluh Hikmah]