Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang untuk pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Sidang Perkara Nomor 53/PUU-XV/2017, 60/PUU-XV/2017, 62/PUU-XV/2017, 67/PUU-XV/2017, dan 73/PUU-XV/2017 digelar pada Selasa (12/12) di Ruang Sidang Pleno Gedung MK. Agenda sidang kali ini adalah mendengarkan keterangan Ahli dan Saksi dari Pemohon Perkara Nomor 73/PUU-XV/2017, namun Kepaniteraan MK menerima surat tertanggal 10 Desember 2017 yang menyatakan bahwa Ahli/Saksi Pemohon tidak dapat hadir memberikan keterangan.
“Sampai hari ini, ada surat yang diterima Kepaniteraan MK tertanggal 10 Desember 2017 bahwa tidak jadi mengajukan Ahli/Saksi. Sebagaimana agenda, hari ini adalah sidang yang terakhir karena kita harus segera memutus UU Pemilu,” jelas Ketua MK Arief Hidayat selaku pimpinan sidang.
Untuk itu, Mahkamah berharap Ahli/Saksi Pemohon Perkara 73/PUU-XV/2017 dapat memberikan keterangan tertulis bersamaan dengan kesimpulannya. Hal ini dilakukan mengingat akhir Desember 2017, Majelis Hakim akan melakukan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk memutus semua pengajuan perkara uji UU Pemilu pada pertengahan Januari 2018. “Karena Pemerintah tidak mengajukan Ahli, demikian juga dengan Pihak Terkait, maka perkara ini sudah selesai. Tinggal menunggu kesimpulan semua pihak paling akhir ditunggu Rabu, 20 Desember 2017 pukul 14.00 WIB,” tutup Ketua MK Arief.
Partai Indonesia Kerja (PIKA) selaku Pemohon menguji Pasal 173 ayat (2) huruf b, c, d, e, f, g dan Pasal 173 ayat (3) UU Pemilu yang dinilai merugikan hak konstitusionalnya. Terhadap pasal a quo, Pemohon menjadi berpotensi kehilangan kesempatan sebagai partai peserta pemilu sebab ketentuan-ketentuan tersebut memberatkan dan menyulitkan Pemohon menjadi partai peserta pemilu tanpa alasan yang jelas. Di samping itu, Pemohon menilai pihaknya mengalami perlakuan yang tidak adil, diskriminatif, dan tidak sama di hadapan hukum dan pemerintahan serta menjadi tidak mendapatkan penyelenggaraan pemilu yang dilaksanakan secara adil akibat berlakunya pasal a quo. (Sri Pujianti/LA)