Penyempurnaan Rencana dan Strategi (Renstra) Mahkamah Konstitusi Tahun 2018-2019 harus dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal, di antaranya penyempurnaan harus dilakukan berdasar alasan yang rasional, penyempurnaan harus dapat menjawab tantangan dimensi masa depan, serta dapat menjawab tantangan yang sedang dihadapi atau akan dihadapi. Demikian dikatakan Ketua MK Arief Hidayat, dalam sambutannya ketika membuka kegiatan Rapat Penyempurnaan Renstra MK 2015-2019 dan Pra Raker MK Tahun 2017, di Bogor, Jawa Barat, pada Jumat (17/11) lalu.
Menurut Arief, penyempurnaan juga harus tetap memperhatikan prinsip independensi dan imparsialitas MK dan hakim konstitusi. Penyempurnaan Renstra juga harus selaras dan searah dengan visi misi Pemerintah. Ia menjelaskan menjaga keselarasan itu penting, namiun bukan berarti MK sebagai lembaga yudikatif tunduk pada arah kebijakan Pemerintah sebagai lembaga eksekutif. Setiap lembaga negara memiliki arah dan tujuan yang sama, sesuai dengan yang tercantum dalam alinea keempat UUD 1945 dan semua bersinergi untuk menuju arah yang sama.
“Namun harus dipahami bersama lembaga negara yang diatur dalam UUD 1945 itu memiliki fungsi yang berbeda dan kewenangan yang berbeda. Oleh karena itu, tidak boleh saling mengintervensi dan campur tangan. Boleh saja masing-masing membuat perencanaan berdasar fungsi dan kebutuhan, tantangan masing-masing lembaga, tapi semuanya menuju pada visi misi tujuan nasional,” ujar Guru Besar Hukum Universitas Diponegoro itu.
Menurut Arief, kehadiran Ketua, Wakil Ketua juga para Hakim Konstitusi hanya memberikan arahan, dan diharapkan para peserta secara terbuka dapat mendiskusikan hal-hal yang penting untuk segera dibahas. Arief mengingatkan, dalam pemilu 2019, MK dalam putusannya sudah mengamanatkan untuk pelaksanaan pemilihan umum serentak, yakni pemilihan umum legislatif dan pilpres. “Oleh karena itu, MK harus menjadi lembaga yang palig siap. Jangan sampai MK tidak siap dengan dampak putusannya sendiri,” kata Arief.
Arief menegaskan, kerja-kerja MK adalah kerja yang berbasis pada kepercayaan, oleh karena itu seluruh Hakim Konstitusi dan pegawai dapat menjaga kepercayaan MK secara institusi, betapa baik putusan MK namun jika tidak dipercaya maka putusan tersebut akan ditanggapi berbeda oleh publik. UUD 1945 memuat ide Indonesia sebagai negara ber-Ketuhanan, disamping prinsip demokrasi dan nomokrasi, oleh karena itu Indonesia mengakui seluruh aspek-aspek Ketuhanan dalam seluruh sendi kehidupan.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal MK M. Guntur Hamzah, dalam laporannya menjelaskan Renstra MK 2015-2019 perlu dilakukan penyesuaian terkait perubahan kondisi, di antaranya perubahan struktur organisasi tata laksana MK. Selain itu, terdapat sejumlah hal penting yang belum masuk dalam Renstra 2015-2019. Guntur juga meminta arahan dan masukan hakim konstitusi terkait penyempurnaan renstra. (Ilham WM/LA)