Mahkamah Konstitusi (MK) menyelenggarakan sidang perkara No. 25/PUU-V/2007 tentang pengujian UU No.31 Tahun 2002 tentang Partai Politik (UU Parpol), Senin (14/1), di ruang sidang pleno lantai dua gedung MK dengan agenda Pengucapan Ketetapan Penarikan Kembali.
Dalam permohonannya, Pemohon perkara 25/PUU-V/2007 tersebut meminta agar MK memutuskan bahwa Pasal 2 ayat (3) huruf b UU Parpol yang berbunyi âPartai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didaftarkan pada Departemen Kehakiman dengan syarat: b. mempunyai kepengurusan sekurang-kurangnya 50% (lima puluh persen)dari jumlah provinsi, 50% (lima puluh persen) dari jumlah kabupaten/kota pada setiap provinsi yang bersangkutan, dan 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah kecamatan pada setiap kabupaten/kota yang bersangkutanâ bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Menurut Pemohon, persyaratan yang tercantum dalam pasal tersebut menghalangi pembentukan partai politik lokal. Padahal tujuan utama partai politik lokal seperti Partai Reformasi Tionghoa Indonesia (PARTI) adalah memberikan pendidikan politk bagi kader-kadernya di daerah. Pemohon juga menyatakan bahwa keberadaan Partai Politik untuk ikut mengajukan calon pasangan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota seperti yang diterapkan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) seharusnya diterapkan juga di provinsi-provinsi lainnya. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya dualisme dalam melaksanakan ketentuan yang terdapat pada Pasal 18 ayat (4) UUD 1945. Jika tidak maka dianggap telah melanggar hak warga negara yang dijamin oleh Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) UUD 1945.
Pada awal persidangan Ketua Majelis Hakim Konstitusi Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. menjelaskan sesuai dengan Pasal 35 UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK), apabila Pemohon menarik kembali perkara yang diajukan maka permohonan tersebut tidak dapat diajukan kembali.
Sesuai dengan petunjuk pada sidang yang lalu, Ketua Panel Khusus Prof. H. A. Mukhtie Fadjar, S.H., M.S., menjelaskan bahwa dengan telah disahkannya undang-undang terbaru tentang partai politik maka Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) berpendapat UU Parpol yang kini sedang diajukan pengujiannya oleh Pemohon sudah tidak berlaku lagi sehingga apabila proses pengujian UU tersebut dilanjutkan akan mubazir.
âOleh karena itu sesuai dengan ketetapan No.1/TAP.MK/2008, maka Mahkamah Konstitusi mengabulkan penarikan kembali permohonan para Pemohon,â ucap Jimly mengakhiri pembacaan penetapan. (Andhini Sayu Fauzia)