Pengujian Pasal 162 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada Senin (4/12) terpaksa ditunda. Pasalnya, Pemohon batal menghadirkan ahli dan saksi seperti direncanakan pada sidang sebelumnya.
“Agenda persidangan hari ini seharusnya untuk mendengar keterangan DPR maupun Ahli dan Saksi dari Pemohon. Namun DPR tidak hadir dan Pemohon mengajukan surat tidak akan mengajukan ahli maupun saksi. Benar, ya?” tanya Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman.
Hal tersebut dibenarkan oleh salah seorang kuasa hukum Pemohon, Gugum Ridho Putra. Ia menegaskan bahwa Pemohon batal menghadirkan Ahli maupun Saksi dalam persidangan tersebut. “Betul, Yang Mulia. Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya karena minggu lalu sudah disediakan waktu untuk pemeriksaan ahli dan saksi. Namun kemudian ada perbedaan pendapat dalam tim akan mengajukan atau tidak. Tapi kemudian baru diputuskan pagi ini bahwa Pemohon tidak mengajukan ahli dan saksi. Terima kasih, Yang Mulia,” ungkap Gugum.
Alhasil Anwar Usman pun menyatakan persidangan untuk perkara tersebut dinyatakan selesai. “Masing-masing pihak paling lambat tujuh hari kerja sejak sidang hari ini mengajukan kesimpulan. Dengan demikian, sidang selesai dan ditutup,” ucap Anwar.
Sebelumnya, Mantan Anggota DPR dari PDIP Emir Moeis mengajukan perkara yang teregistrasi dengan Nomor 74/PUU-XV/2017. Pemohon menjelaskan bahwa Pasal 162 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP menyebut seorang saksi boleh tidak hadir di persidangan dan cukup menyampaikan keterangannya secara tertulis. Namun, keterangannya itu sama nilainya dengan saksi yang hadir di persidangan. Menurut Pemohon, ketentuan itu berpotensi menghilangkan hak konstitusional seorang terdakwa. Berdasarkan alasan tersebut, Pemohon berpendapat bahwa seorang saksi boleh tidak hadir di persidangan dan cukup menyampaikan keterangannya secara tertulis.
Selain itu menurut Pemohon, pasal tersebut tidak lagi relevan. Seiring dengan perkembangan teknologi, jika pun ada saksi yang tidak bisa datang ke persidangan karena alasan sesuai dengan UU a quo, maka dapat dilakukan via komunikasi visual. (Nano Tresna Arfana/LA)