Sidang perbaikan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota (UU Pilkada) digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (29/11) siang. Diwakili kuasa hukumnya, Effendi Saman, Pemohon menyampaikan perubahan-perubahan dan perbaikan atas anjuran dari Majelis Hakim MK pada sidang sebelumnya.
“Ada beberapa hal yang diperbaiki. Selain dari alasan mengajukan permohonan ini, juga di-legal standingnya maupun petitum agar Majelis Hakim Yang Mulia menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon,” kata Effendi kepada Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati selaku pimpinan Sidang Panel MK.
Selain itu, dalam perbaikan permohonan, Pemohon menegaskan ketentuan hukum yang berpotensi dapat merugikan hak-hak politik Pemohon. Termasuk menyebutkan pasal-pasal dalam UU Pilkada yang dianggap bertentangan UUD 1945 dan merugikan Pemohon.
Menurut Pemohon, Konstitusi yang dilanggar yang dimaksud antara lain adalah Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 berbunyi, “Setiap orang berhak atas pengakuan jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.” Di samping itu Pasal 28D ayat (3) yang berbunyi, “Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.”
Mengenai alasan perlunya pengujian undang-undang a quo, Pemohon beranggapan hal itu akan menghilang kesempatan Pemohon saat mencalonkan diri sebagai kepala daerah andaikan persyaratan-persyaratan menurut pasal yang ada sebelumnya itu tidak direvisi dan tidak diperbaiki dan perlu ditinjau kembali.
Permohonan yang teregistrasi dengan nomor perkara 90/PUU-XV/2017 ini diajukan oleh Dani Muhammad Nursalam Bin Abdul Hakim Side, Ketua DPRD Kabupaten Indra Giri Hilir, dengan materi yang diuji, yaitu Pasal 7 ayat (2) yang menyebutkan, “Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: huruf g, tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau bagi mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana; huruf h, tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
Pemohon merupakan perorangan warga Indonesia yang berniat mengajukan diri sebagai calon bupati pada pemilihan umum 2018. Namun demikian, Pemohon merasa dirugikan atas ketentuan a quo karena Pemohon pernah diijatuhi putusan pidana selama 3 bulan penjara pada 2010 karena perkara pidana judi.
Pemohon merasa bahwa apabila ketentuan dalam Pasal (2) huruf g dan huruf h dibatalkan maka kerugian hak konstitutusional pemohon tidak akan terjadi. Dengan alasan tersebut, Pemohon meminta kepada Majelis Hakim MK untuk dapat memberikan penjelasan yuridis dalam amarnya sehingga Pemohon berhak menggunakan hak politiknya untuk mencalonkan diri sebagai bupati di Kabupaten Indragiri Hilir.(Nano Tresna Arfana/LA)