Muhammad Hafidz dan Abda Khair Mufti mengajukan pengujian terhadap Pasal 80A UU Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan menjadi Undang-Undang ke Mahkamah Konstitusi, Senin (26/11). Perkara yang teregistrasi Nomor 94/PUU-XV/2017 ini dipimpin oleh Wakil Ketua MK Anwar Usman didampingi Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati dan I Dewa Gede Palguna.
Pada sidang pendahuluan ini, para Pemohon melalui Muhammad Sahal selaku kuasa Hukum menyatakan sebagai aktivis pekerja yang selama ini aktif memperjuangkan hak dan kepentingan para pekerja indonesia, baik secara bersama-sama dalam serikat pekerja ataupun secara individu merasa berkepentingan atas pemberlakuan UU Ormas ini. “Para Pemohon juga hendak membentuk Ormas yang mempunyai kepedulian terhadap nasib masyarakat usia produktif yang belum mendapatkan pekerjaan dalam rangka memperjuangkan haknya secara kolektif sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28 ayat (2) UUD 1945,” jelas Sahal pada Panel Hakim di Ruang Sidang Pleno MK.
Menurut para Pemohon, pada 24 Oktober 2017 DPR telah menyetujui Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Republik Indonesia tentang Organisasi Kemasyarakatan menjadi Undang-Undang. Dalam UU Ormas tersebut memuat ketentuan Pasal 80A yang berbunyi, “Pencabutan status badan hukum Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) huruf c dan ayat (3) huruf b sekaligus dinyatakan bubar berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini.”
“Dengan demikian ketentuan Pasal 80A UU Ormas tersebut bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945,” terang Sahal yang juga didampingi kedua prinsipal.
Di samping itu, para Pemohon pun menilai ketentuan Pasal 80A UU Ormas tersebut berkaitan pula dengan pencabutan badan hukum ormas dengan pembubaran tanpa melalui proses pengadilan (process due of law). Hal ini menurut para Pemohon telah mengesampingkan hukum sebagai asas negara Indonesia dan bertolak belakang dengan asas menjunjung hukum dengan tidak ada kecualinya.
“Oleh karenanya, Pasal 80A UU Ormas telah menghilangkan prinsip process due of law dalam ketentuan pembubaran Ormas sebelumnya dan ketentuan pasal a quo terbukti satu-satunya ketentuan perundang-undangan yang telah merampas kewenangan lembaga peradilan,” urai Sahul.
Nasihat Hakim
Menanggapi permohonan para Pemohon, Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna meminta agar para Pemohon mempertegas kedudukan hukum dengan menyisipkan bunyi norma yang diujikan. “Perlu disisipkan norma yang diujikan sehingga ketika mendalilkannya akan terlihat dengan lebih jelas rasionalitas atas kerugian konstitusional yang berpotensi dialami para Pemohon,” terang Palguna.
Di samping itu, Palguna pun meminta agar para Pemohon membuatkan bukti atau penjelasan atas upaya atau gerak dari para Pemohon yang hendak membentuk Ormas dengan adanya ketentuan a quo akan potensial terhadap kerugian para Pemohon. “Misalnya ada buktinya Anda bergerak untuk mendatangi notaris membentuk Ormas sebagai bagian dari penjelasan dalam permohonan sehingga permohonan akan semakin kuat,” terang Palguna.
Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati pun memberikan beberapa catatan terutama mengenai alat bukti yang diajukan para Pemohon yang dinilai hanya sepintas dan kurang kuat dalam pengajuannya. Dalam hal ini, Maria melihat belum adanya nomor UU yang dijadikan alat pengujian dan belum adanya keterhubungan yang begitu pasti antara pertentangan UU Ormas dan UU Serikat Pekerja yang dimohonkan para Pemohon membuat Hakim Konsitusi Maria ragu terhadap kekuatan dalil para Pemohon. “Mohon undang-undangnya diajukan nomornya sehingga ada perbandingannya dengan jelas serta alasan permohonanya bisa lebih jelas lagi. Hal ini penting untuk legal standing para Pemohon,” pinta Maria.
Pada akhir persidangan, Wakil Ketua MK Anwar menyampaikan bahwa Majelis memberikan waktu hingga Senin, 11 Desember 2017 pukul 10.00 WIB kepada para Pemohon untuk menyempurnakan permohonannya untuk persidangan berikutnya. (Sri Pujianti/LA)