Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 menjadi momentum terbentuknya Mahkamah Konstitusi (MK) di Indonesia. MK dirasa penting oleh para pengubah UUD, karena pada masa itu, tidak ada mekanisme untuk menguji Undang-Undang yang dianggap merugikan hak konstitusional warga negara.
“Hal itu tidak bisa dibiarkan karena salah satu ciri negara hukum adalah adanya penghormatan terhadap hak asasi manusia,” ungkap Peneliti MK Irfan Nur Rachman saat menerima 200 mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Bandung pada Rabu (22/11) siang di Ruang Delegasi Gedung MK.
Dikatakan Irfan, Mahkamah Konstitusi selain memiliki empat kewenangan dan satu kewajiban, juga memiliki fungsi yang merupakan derivasi dari kewenangan Mahkamah Konstitusi.
“Fungsi Mahkamah Konstitusi, yaitu sebagai pengawal Konstitusi, penafsir final Konstitusi, bukan sebagai penafsir tunggal. Siapa pun boleh menafsirkan Konstitusi, baik MPR, DPR, Presiden atau bahkan warga negara sekalipun. Tetapi sebagai penafsir final ada di Mahkamah Konstitusi. “Sehingga tafsir Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang Dasar harus menjadi pedoman. Tidak hanya bagi pembentuk Undang-Undang, tetapi juga bagi seluruh warga negara. Karena sifat putusan Mahkamah Konstitusi adalah final dan mengikat seluruh warga negara,” tegas Irfan.
Irfan melanjutkan, MK memiliki fungsi sebagai pelindung hak asasi manusia dan hak konstitusional warga negara. “Jadi, di sini dibedakan antara hak asasi manusia dan hak konstitusional warga negara. Kalau hak asasi adalah secara umum. Sedangkan, hak konstitusional warga negara itu hak asasi manusia yang sudah dilembagakan ke dalam Konstitusi,” urai Irfan.
Selain itu, MK memiliki fungsi sebagai pengawal ideologi negara. Saat ini, sedang hangatnya dibahas di berbagai forum akademis dan ilmiah serta menjadi diskursus terkait dengan fungsi MK sebagai pengawal ideologi negara. “Apa yang menjadi dasar atau landasan yang melatar belakangi Mahkamah Konstitusi disebut sebagai pengawal ideologi negara?” ujar Irfan.
Irfan menerangkan bahwa ada kalangan menilai Pancasila tidak ada dalam Pembukaan UUD 1945 atau Konstitusi. Sementara kalangan lain beranggapan, terutama di kalangan akademisi bahwa Pancasila ada di Pembukaan UUD 1945.
“Karena Pancasila itu ada dalam Pembukaan UUD 1945, maka Pancasila itu kemudian men-drive semua pasal yang ada dalam Konstitusi agar berkonsistensi, berkoherensi dan berkorespondensi dengan nilai-nilai Pancasila,” paparnya.
Lebih lanjut, Irfan memaparkan empat kewenangan dan satu kewajiban Mahkamah Konstitusi. Kewenangan pertama Mahkamah Konstitusi adalah menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar.
“Dengan adanya MK, maka tidak boleh ada warga negara yang mengalami kerugian konstitusional. Jika ada, maka warga negara itu bisa mengajukan pengujian Undang-Undang kepada Mahkamah Konstitusi. Bisa menggugat Undang-Undang yang dirasakan melanggar hak konstitusional warga negara itu,” jelasnya.
Kewenangan berikut MK adalah memutus sengketa kewenangan antara lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar. MK juga memutus pembubaran partai politik, memutus sengketa perselisihan hasil pemilu dan wajib memutus pendapat DPR jika Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan perbuatan tercela atau melanggar hukum. (Nano Tresna Arfana/LA)