Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang lanjutan uji materiil Penjelasan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Lalu Lintas Jalan, Senin (20/11). Agenda Perkara Nomor 88/PUU-XV/2017, yakni mendengarkan perbaikan Permohonan.
Kuasa Hukum Pemohon Muhammad Sholeh menjelaskan terkait kedudukan hukum dan hubungan hukum antara Pemohon dengan korban. “Sesuai dengan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 yang menyatakan ‘Dana akan memberi kerugian kepadanya atau ahli warisnya.’ Karena korban ini meninggal dan Pemohon adalah istri dari korban, maka dia memiliki kedudukan hukum sebagai Pemohon,” jelasnya dalam sidang yang dipimpin Hakim Maria Farida Indrati.
Selanjutnya, terdapat perubahan terkait permohonan awalnya meminta frasa “luar” untuk dinyatakan bertentangan dengan Konstitusi. Dalam perbaikan, sambung Sholeh, diganti dengan keseluruhan Penjelasan Pasal 4 ayat (1) agar dinyatakan tak memiliki kekuatan hukum mengikat. Pihaknya meminta pasal a quo dihapus karena justru penjelasan akan lebih mempersempit dan tidak sesuai dengan norma penjelasan di dalam Lampiran 1 Angka 176 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Pasal a quo menyatakan, “Penjelasan berfungsi sebagai tafsir resmi pembentuk peraturan perundang-undangan atas norma tertentu dalam batang tubuh.”
“Menurut Pemohon penjelasan ini membuat norma baru bahkan bisa disebut sebagai terselubung. Maknanya sudah berbeda dengan Pasal 4 ayat (1), sebab di dalam Pasal 4 ayat (1) memberi pengertian siapapun yang menjadi korban. Artinya siapapun yang menjadi korban kecelakaan lalu lintas akan mendapatkan santunan kecelakaan,” tegasnya.
Dalam sidang sebelumnya, Maria Theresia Asteriasanti yang merupakan warga Surabaya meminta MK menyatakan kata “luar’ dalam Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 34/1964 tak memiliki kekuatan hukum mengikat. Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 34/1964 menyatakan: ““Yang mendapatkan jaminan berdasarkan Undang-undang ini ialah mereka yang berada di jalan di luar alat angkutan yang menyebabkan kecelakaan. Namun demikian, bila si korban ini telah dapat jaminan berdasarkan Undang-undang tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang Nomor 33 tahun 1964, maka jaminan hanya diberikan satu kali, yaitu oleh dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpang yang dimaksud dalam Undang-undang tersebut.”
Dalam permohonannya, Pemohon merasa sangat dirugikan karena PT Jasa Raharja menafsirkan Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 34/1964 tidak berlaku untuk kecelakaan tunggal. Pemohon merupakan istri dari Rokhim, korban kecelakaan yang meninggal pada 24 Juli 2017. Suami Pemohon kala itu sedang pulang dari tempat kerja dinihari dan mengalami kecelakaan tunggal. Akan tetapi, ketika Pemohon hendak meminta ganti rugi asuransi atas meninggal suaminya, hal tersebut tidak bisa terwujud. Jasa Raharja mengatakan sesuai dengan Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 34/1964 yang berhak mendapatkan santunan adalah orang yang berada di “luar alat angkutan”. (ARS/LA)