Sebanyak 84 mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Pancasila bertandang ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (20/11) siang. Peneliti MK Pan Mohamad Faiz menerima kedatangan para mahasiswa di ruang delegasi MK. Pada pertemuan itu, Pan Mohamad Faiz yang akrab disapa Faiz, menjelaskan sejarah pengujian undang-undang pertama kali di dunia.
Sejarah terjadinya pengujian Undang-Undang di dunia, ungkap Faiz, ternyata jauh sebelum terjadi Kasus Marbury versus Madison pada 1803 di Amerika Serikat. Dua abad sebelum terjadi Kasus Marbury versus Madison sudah ada mekanisme judicial review di Inggris dengan adanya Bonhams Case pada 1610.
“Jadi Bonhams Case merupakan pengujian undang-undang pertama kali di dunia, bukan Kasus Marbury versus Madison. Hanya saja kasus itu ditolak oleh pengadilan setempat,” papar Faiz kepada mahasiswa FH Universitas Pancasila dengan didampingi oleh Muhammad Ihsan Maulana selaku moderator.
Lebih lanjut, Faiz menerangkan latar belakang dibentuknya MK Republik Indonesia pada 13 Agustus 2003 setelah Perubahan UUD 1945. Jika sebelumnya kekuasaan kehakiman hanya dilakukan oleh Mahkamah Agung, setelah Perubahan UUD 1945, maka Mahkamah Konstitusi juga termasuk pelaku kekuasaan kehakiman.
“Kalau dulu kekuasaan kehakiman hanya ada pada Mahkamah Agung. Setelah perubahan UUD 1945, kekuasaan kehakiman ada pada Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Di Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 secara jelas disebutkan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi,” ujar Faiz.
Selain itu, Faiz menjelaskan empat kewenangan dan satu kewajiban MK Republik Indonesia. Sebagaimana diatur dalam Pasal 24C UUD 1945 bahwa MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Di samping itu MK berkewajiban memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/ atau Wakil Presiden.
Dijelaskan pula Faiz, seleksi untuk menjadi Hakim MK diambil dari 3 unsur, yaitu Pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Mahkamah Agung (MA). Usai menjelaskan materi dan sesi tanya jawab, para mahasiswa langsung menuju ke Pusat Sejarah Konstitusi. Di museum ini, konstitusi dipelajari dalam delapan zona. Delapan zona tersebut yaitu Zona Pra Kemerdekaan, Zona Kemerdekaan, Zona Undang-Undang Dasar 1945, Zona Konstitusi RIS, Zona UUD Sementara 1950, Zona Kembali ke UUD 1945, Zona Perubahan UUD 1945, dan Zona Mahkamah Konstitusi. (Nano Tresna Arfana/LA)