Masih dalam rangkaian kegiatan “Kursus Singkat bagi Perwakilan Mahkamah Konstitusi Negara-negara di Asia” di Hotel Ayana Midplazapada hari kedua, Mantan Ketua MK periode 2003 – 2008 Jimly Asshiddiqie menyampaikan materi berjudul “Konstitusionalisme dan Mahkamah”. Melalui makalahnya, Jimly mengajak para peserta yang terdiri atas perwakilan Mahkamah Konstitusi negara lain tersebut untuk memahami bahwa Mahkamah Konstitusi di berbagai negara di dunia dan doktrin konstitusionalisme akan berhadapan dengan berbagai tantangan. Untuk itu, setiap negara dan sistem konstitusional suatu negara harus memiliki identitasnya sendiri. Namun demikian, sistem tersebut harus tetap hidup secara inklusif dan dekat dengan nilai universal yang mendasar dan menyatukan umat manusia. Secara historis, konstitusi disebut juga sebagai hukum tertinggi yang hanya berlaku di tanah (the supreme law of the land). Menurut bahasa Inggris kuno, pada masa itu orang berpikir untuk hidup hanya di bumi/tanah dan bukan di atas air. “Tapi dalam pandangan dunia Indonesia, kita biasa menamakannya sebagai “tanah air\\" atau \\"tanah dan air\\" untuk negara dunia. Tapi,tetap saja arti pandangan dunia hanya sebatas tanah dan air, tanpa menyebutkan pentingnya udara dan bahkan luar angkasa. Jadi, hari ini, kita harus memahami bahwa konstitusi sebagai kontrak sosial hukum tertinggi, tidak hanya di darat, namun juga air dan udara yang menjadi suatu konsensus sosial semua orang yang berkepala merah dan putih (bendera nasional Indonesia), juga sebagai konstitusi hijau dan biru,” jelas Jimly yang didampingi Peneliti MK Pan Mohamad Faiz sebagai moderator.
Jimly menyebutkan konstitusi umumnya dipahami sebagai kontrak sosial yang dibuat sebagai dasar prinsip dasar yang telah ditetapkan negara atau organisasi lain diakui pemerintah. Sedangkan konstitusionalisme yang sering disamakan dengan konsep peraturan atau peraturan undang-undang merupakan gagasan, sikap, dan pola perilaku, yang rumit yang mengelaborasi prinsip-prinsip sehingga menjadi kewenangan pemerintah dengan dibatasi oleh badan hukum. Adapun dalam konsep konstitusionalisme, pemerintah dapat dan harus dibatasi secara hukum dalam kekuasaannya serta kewenangannya bergantung pada penegakan keterbatasan. Jimly memandang saat ini, prinsip-prinsip pemerintahan dan demokrasi konstitusional dianggap sebagai hal yang paling ideal dalam teori dan praktik kenegaraan. Oleh karena itu, pemerintahan terbaik saat ini adalah pemerintahan yang menjalankan demokrasi konstitusional dan peraturan hukum yang demokratis.
Berbicara konstitusi, tak hanya berkaitan dengan teks hukum, tetapi juga terhubung dengan etika konstitusional (konstitusi moral). Jimly menjabarkan peran etika (hukum) yang telah diterapkan di seluruh dunia dan berkembang dengan sangat cepat. Jimly mencontohkan di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa lainnya, sejak dekade terakhir abad ke-20 hal ini telah dikenal. Menurut Jimly, untuk memastikan pentingnya sistem etika, perlu dipertimbangkan gagasan untuk mengklarifikasi kebijakan etika melalui interpretasi konstitusional.
“Oleh karena itu, saya sendiri menganjurkan anggapan baru bahwa kontrak sosial konstitusi tidak hanya mengandung nilai dan norma hukum (norma hukum), tetapi juga norma etika (norma etika). Jadi, konstitusi tidak hanya dianggap sebagai dokumen hukum, tapi juga etika. Di mana sistem etika sama pentingnya dengan sistem hukum untuk kehidupan publik dan kita membutuhkan sistem aturan etika dan juga sistem rule of law,” terang Jimly di hadapan peserta Kursus Singkat MK yang digelar di ruang Jasmine Hotel Ayana Midplaza, Jakarta.
Konstitusi Politik dan Ekonomi
Konstitusi Amerika Serikat adalah sebuah konstitusi politik di alam yang pada intinya berisi masalah politik dan hubungan politik antara fungsi dan institusi kekuasaan, dan hubungan politik antara lembaga negara dan warganya. Sebagian besar konstitusi di dunia cenderung mengikuti tradisi politik Konstitusi Amerika Serikat. Dengan demikian, aspek lain seperti kebijakan ekonomi, sosial, dan budaya tidak dianggap penting untuk dirumuskan dalam konstitusi. Untuk itu, Jimly menyebutkan UUD 1945 yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan suatu bentuk konstitusi politik serta konstitusi ekonomi. “Artinya dalam membuat sistem ekonomi nasional harus dijalankan sebagai \\"ekonomi pasar konstitusional\\", yang bermakna sebuah pasar bebas yang dibatasi oleh konstitusi sebagai norma kebijakan tertinggi,” papar Jimly.
Selanjutnya, Jimly menjelaskan adanya peran Mahkamah Konstitusi atau badan serupa lainnya yang sangat penting dalam sistem konstitusional pemerintahan demokratis. Menurutnya, hal ini penting untuk menegakkan konstitusi sebagai norma tertinggi di suatu negara. “Untuk tujuan penegakan peraturan konstitusional, umat manusia perlu menetapkan sistem ajudikasi konstitusi melalui sistem pengadilan,” tandas Jimly. (Sri Pujianti/LA)