Dalam rangkaian kegiatan “Kursus Singkat bagi Perwakilan Mahkamah Konstitusi Negara-negara di Asia” di Hotel Ayana Midplaza, Jakarta, Mahkamah Konstitusi (MK) pada hari kedua menyelenggarakan kunjungan ke Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), Selasa (14/11). Pada kesempatan tersebut, dua puluh peserta kursus singkat mendapatkan pembekalan materi mengenai “Pengelolaan Keberagaman dalam Bingkai Negara Kesatuan” yang disampaikan oleh Gubernur Lemhanas Agus Widjojo di Gedung Astagatra, Ruang Syailendra, Lemhanas.
Didampingi Kepala Biro Humas MK Rubiyo, Agus mengenalkan konsep pentingnya memahami geopolitik suatu negara termasuk Indonesia dengan posisi silang geografisnya dalam pusaran dunia internasional. Agus menjelaskan melalui pendekatan teori geopolitik dapat ditinjau lebih mendalam keuntungan dan kerugian, baik dari aspek politik, pertahanan dan keamanan, ekonomi, perdagangan, alur perdagangan dunia, iklim, perdagangan narkoba, dan teroris sehingga Indonesia dapat terus tumbuh menjadi bangsa yang besar dan bermartabat dalam bingkai keberagaman masyarakatnya dari Sabang sampai Merauke.
Selain itu, Agus juga menerangkan berdasarkan perjalanan sejarah bangsanya, Indonesia melalui jalan dan proses panjang, mulai dari diterapkannya kebijakan politik etis yang menciptakan kesempatan mengenal pendidikan, yang kemudian menjadi semangat bagi pemuda Indonesia untuk bangkit melawan kolonialisme. Untuk kemudian, pada masa selanjutnya pemuda Indonesia yang telah mendapatkan pendidikan tersebut mendirikan berbagai organisasi pemuda, di antaranya Boedi Oetomo yang lahir pada 20 Mei 1908 atau sekarang diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Bahkan pada 1928, pemuda Indonesia mengukir sejarahnya dengan mengikrarkan Sumpah Pemuda. Melalui semangat Sumpah Pemuda yang membudayakan nasionalisme, rasa kewarganegaraan, dan semangat nasional, akhirnya bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945 berdiri sebagai bangsa yang merdeka.
Memandang betapa luasnya Indonesia, Agus menilai ada empat konsensus dasar bagi tegaknya kesatuan dalam keberagaman di Indonesia. “Ada empat konsensus atau kesepakatan yang harus dibuat bersama oleh bangsa Indonesia, yakni adanya nilai nasional yang berasal dari Pancasila dan Konstitusi Indonesia, dan adanya nilai kebangsaan yang berasal dari semboyan bangsa Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, guna menjaga kesatuan bangsa ini dalam keberagaman masyarakatnya” jelas Agus.
Keempat hal tersebut, tambah Agus, diperlukan untuk menghadapi berbagai tantangan ke depan bagi bangsa Indonesia akan dihadapkan dengan dinamika lingkungan internasional, dunia yang mulai tak mengenal batas (teritorial), persaingan ide dan ideologi, pilihan yang tak terbatas, adanya persaingan gagasan dalam nilai dan sistem nasional yang dituntut kompetitif, dan perlunya pemulihan Pancasila dan nilai-nilai nasional lainnya yang mampu lebih konkret dalam menciptakan tatanan kehidupan nasional yang lebih mapan.
Untuk itu, Agus mengajak semua elemen masyarakat untuk sama-sama mengambil pengelolaan keberagaman bangsa Indonesia. “Dengan memelihara keberagaman Indonesia yang memiliki kekayaan sumber daya dengan nilai-nilai nasionalnya, yang mencerminkan keharmonisan dengan semangat memelihara keragaman dan toleransi, Indonesia bukanlah negara bangsa, jadi tidak bisa mengambil pengelolaan keragaman begitu saja tanpa ada upaya untuk melihatnya terwujud,” sampai Agus pada akhir pemamarannya. (Sri Pujianti/LA)