Undang-Undang Administrasi Pemerintahan menjamin hak-hak dasar dan memberikan perlindungan kepada warga negara serta menjamin penyelenggaraan tugas-tugas negara sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. Berlakunya Undang-Undang Administrasi Pemerintahan dimaksudkan sebagai salah satu dasar hukum bagi badan dan atau pejabat pemerintahan, warga masyarakat dan pihak-pihak lain yang terkait dengan administrasi dalam upaya meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan.
Hal ini disampaikan Staf Ahli Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Hendro Witjaksono dalam sidang lanjutan pengujian Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, Senin (6/11) siang. Hendro yang mewakili Pemerintah, menyampaikan bahwa berlakunya UU Administrasi Pemerintahan bertujuan untuk menciptakan tertib penyelenggaraan administrasi pemerintahan, menciptakan kepastian hukum, mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang, menjamin akuntabilitas badan dan/atau pejabat pemerintahan, dan sebagainya.
“Dalam memaknai Pasal 53 ayat (5) Undang-Undang Administrasi Pemerintahan perlu mengaitkan dengan ayat-ayat lain, mengingat ketentuan atau norma yang diatur dalam pasal tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara satu ayat dengan ayat lainnya. Dengan memahami seluruh ayat dalam Pasal 53 Undang-Undang Administrasi Pemerintahan, maka akan diperoleh pemaknaan yang mendalam dan lengkap atas Pasal 53 ayat (5) tersebut,” papar Hendro kepada Ketua MK Arief Hidayat sebagai pimpinan sidang.
Pemerintah juga menanggapi dalil Pemohon yang menyatakan berlakunya ketentuan Pasal 18 ayat (3), Pasal 19 dan Pasal 53 ayat (5) UU Administrasi Pemerintahan telah menutup hak Pemohon menjadi pihak Terkait atau Tergugat II Intervensi dan tidak adanya hak mendapatkan akses peradilan dalam perkara gugatan fiktif positif pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar.
“Ketentuan yang diuji tersebut pada dasarnya tidak berkaitan dengan hak Pemohon untuk menjadi pihak Terkait atau Tergugat II Intervensi dalam sengketa tata usaha di PTUN Denpasar. Ketentuan a quo semata-mata mengatur mengenai pencegahan terjadinya penyalahgunaan wewenang, pengaturan kategori penyalahgunaan wewenang, pengaturan mengenai akibat hukum serta pengaturan mengenai kewajiban badan/pejabat pemerintah menetapkan keputusan Tata Usaha Negara setelah adanya putusan pengadilan. Dengan adanya ketentuan tersebut justru untuk melindungi hak Pemohon dan badan/pejabat pemerintahan dari segala upaya penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan,” urai Hendro.
Pemerintah berpendapat, hak konstitusional Pemohon untuk turut serta sebagai pihak dalam berperkara sengketa Tata Usaha Negara di peradilan Tata Usaha Negara telah diberikan oleh ketentuan Pasal 83 UU Nomor 5/1986 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 51/2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 5/1986 yang berbunyi, “Selama pemeriksaan berlangsung, setiap orang yang berkepentingan dalam sengketa pihak lain yang sedang diperiksa oleh pengadilan, baik atas prakarsa sendiri dengan mengajukan permohonan, maupun atas prakarsa hakim, dapat masuk dalam sengketa Tata Usaha Negara dan bertindak sebagai: a. pihak yang membela haknya; atau b. peserta yang bergabung dengan salah satu pihak yang bersengketa”.
“Sehingga tidak benar dalil Pemohon yang menyatakan akses Pemohon yaitu akses peradilan untuk mencari keadilan dalam perkara sengketa Tata Usaha Negara di Peradilan Tata Usaha Negara telah dibatasi, dipersulit atau ditiadakan,” tegas Hendro
Perkara yang teregistrasi dengan nomor 77/PUU-XV/2017 ini dimohonkan oleh Richard Christoforus Massa, Direktur Utama PT. Nusantara Ragawisata sejak 2003. Pemohon melakukan pengujian terhadap Pasal 53 ayat (5) UU Administrasi Pemerintahan yang berbunyi, “Pengadilan wajib memutuskan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak permohonan diajukan”.
Kuasa hukum Pemohon Muhammad Asrun menjelaskan bahwa Pemohon telah menghadapi gugatan terkait aset PT Nusantara Ragawisata, terutama aset lahan SHGB Nomor 74/Ungasan dan SHGB Nomor 72/Ungasan yang telah dimenangkan oleh PT Nusantara Ragawisata dengan putusan-putusan pengadilan memutuskan lahan SHGB Nomor 74/Ungasan dan SHGB Nomor 72/Ungasan sebagai milik PT Nusantara Ragawisata.
Jika PTUN Denpasar yang memeriksa permohonan fiktif positif a quo memberikan kesempatan untuk didengar sebagai Tergugat II Intervensi, maka Richard Christoforus dalam kedudukan sebagai Direktur Utama PT Nusantara Ragawisata akan memberikan penjelasan terkait status hukum kedua lahan tersebut.
Dengan PTUN Denpasar tidak memberikan kesempatan menjadi pihak dalam perkara permohonan fiktif positif a quo atas alasan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tidak mengatur masuknya pihak Terkait dalam pemeriksaan permohonan fiktif positif a quo, maka Pemohon uji materi telah dirugikan hak konstitusionalnya. (Nano Tresna Arfana/LA)