Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana uji materiil Penjelasan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Lalu Lintas Jalan, Kamis (2/11). Perkara Nomor 88/PUU-XV/2017 menguji aturan tentang santunan asuransi bagi korban kecelakaan.
Maria Theresia Asteriasanti yang merupakan warga Surabaya meminta MK agar menyatakan kata “luar’ dalam Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 34/1964 tak memiliki kekuatan hukum mengikat. Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 34/1964 menyatakan:
“Yang mendapatkan jaminan berdasarkan Undang-undang ini ialah mereka yang berada di jalan di luar alat angkutan yang menyebabkan kecelakaan. Namun demikian, bila si korban ini telah dapat jaminan berdasarkan Undang-undang tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang Nomor 33 tahun 1964, maka jaminan hanya diberikan satu kali, yaitu oleh dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpang yang dimaksud dalam Undang-undang tersebut.”
Dalam permohonannya, Pemohon merasa sangat dirugikan karena PT Jasa Raharja memahami makna Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 34/1964 tidak berlaku untuk kecelakaan tunggal. Pemohon merupakan istri dari Rokhim, korban kecelakaan yang meninggal pada 24 Juli 2017. Suami Pemohon kala itu sedang pulang dari tempat kerja dinihari dan mengalami kecelakaan tunggal. Akan tetapi, ketika Pemohon hendak meminta ganti rugi asuransi atas meninggal suaminya, hal tersebut tidak bisa terwujud. Jasa Raharja mengatakan sesuai dengan Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 34/1964 yang berhak mendapatkan santunan adalah orang yang berada di ‘luar alat angkutan’. Hal tersebut membuat Pemohon kebingungan terkait makna di ‘luar alat angkutan’. “Pemohon berkeyakinan frasa ‘luar’ ini merugikan hak konstitusional Pemohon yang mestinya mendapatkan santunan Jasa Raharja, akhirnya tidak mendapatkan santunan Jasa Raharja,” jelasnya.
Pemohon juga berargumen setiap tahunnya membayar SWDKLLJ (Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan) yang termasuk dalam pajak STNK. Pihaknya menganggap hal ini menimbulkan ketidakpastian hukum dan tidak ada perlindungan hukum bagi para korban termasuk Pemohon. Padahal, lanjut Sholeh, Pemohon setiap tahunnya membayar pajak, tetapi tidak ada kepastian hukum diberikan uang santunan oleh Jasa Raharja. Pihaknya menganggap Penjelasan Pasal 4 ayat (1) ini, khususnya sepanjang frasa luar, ini bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
“Menjadi aneh ketika setiap kendaraan wajib membayar asuransi, tapi pada saat terjadi kecelakaan tunggal, argumentasi mereka mengatakan karena ini tunggal, di luar angkut, beda kalau ada tabrakan 2 mobil atau 2 kendaraan, maka kedua-duanya itu di-cover oleh Jasa Raharja,” ucapnya.
Nasihat Hakim
Menanggapi permohonan tersebut, Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati menjelaskan agar tulisan ‘frasa’ dalam Permohonan diganti dengan ‘kata’. Dia menyebut ‘frasa’ merujuk pada kalimat, sedangkan yang dipermasalahkan Pemohon adalah kata ‘luar’.
“Selain itu, Pemohon harap memperhatikan pengetikan yang salah. Misal di halaman 6 butir 7 angka 7 bahwa setiap pemilik kendaraan bermotor wajib membayar sumbangan wajib dana kecelakaan lalu lintas yang seluruhnya, misalnya disebut SWDKLLJ itu sebesar Rp35.000 tapi Anda menuliskan Rp35.000.000,” kata dia.
Sementara Hakim Konstitusi Saldi Isra meminta Pemohon menambahkan penjelasan terkait posisi penjelasan pasal dalam ilmu perundang-undangan. Sebab Pemohon mempermasalahkan Penjelasan Pasal 4 ayat (1), bukan Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 34/1964. “Nah, itu kan banyak itu buku yang bisa dibaca untuk menjelaskan bahwa penjelasan itu tidak boleh begini begitu. misalnya tidak boleh menambah norma baru dan segala macamnya. Ini akan mempertajam Permohonan,” jelasnya. (ARS/LA)