Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pendahuluan uji materiil Pasal 458 ayat (13) dan ayat (14) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu), Senin (6/11). Perkara yang teregistrasi Nomor 86/PUU-XV/2017 dimohonkan oleh Hermansyah Pagala dan Asran Lasahari.
Para Pemohon adalah Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, yang diangkat berdasarkan Keputusan KPU Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor 41/KPTS/KPU-PROV.026/2013. Para Pemohon melakukan tugas dan fungsinya serta mempunyai hak, kewenangan, serta kewajiban sesuai dengan ketentuan yang tersebut dalam UU Pemilu. Namun, menurut Abdu Haris selaku kuasa hukum, Pemohon menyampaikan bahwa kemudian para Pemohon diberhentikan berdasarkan putusan DKPP Nomor 305/DKPP-PKE-III/2014 yang ditindaklanjuti dengan Surat Keputusan Ketua KPU Provinsi Sulawesi Tenggara No. 26/Ktps/KPU-Prov.026/2014 tentang Pemberhentian Tetap Anggota KPU Kabupaten Konawe.
Selanjutnya, para Pemohon berupaya memperjuangkan kedudukan dan harkat martabatnya hingga diperoleh Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 551/-K/TUN/2015 tanggal 23 November 2015 dan Putusan Kasasi MA Nomor 13-K/TUN/2016 tanggal 21 April 2016. Menurut Pemohon, pemberhentian tersebut tidak didasarkan atas bukti materiil yang dapat dipertanggungjawabkan dalam sidang kode etik Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Dengan demikian, DKPP tidak melaksanakan persidangan etik secara fair dan mengabaikan prinsip serta fakta hukum yang terungkap dalam persidangan. Hal ini berakibat adanya intensi dan tendensi sebagai tindak kriminalisasi atas penggunaan kewenangan dari pimpinan KPU Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Selain itu, hal tersebut juga merupakan bentuk ketidakpatuhan atas hukum yang bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945.
Tak hanya itu, Pasal 458 ayat (13) UU Pemilu yang menyatakan, “Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) berisifat final dan mengikat,” dan Pasal 458 ayat (14) UU Pemilu berbunyi “Penyelenggaraan Pemilu wajib melaksanakan putusan DKPP” dinilai salah tafsir oleh Pemohon. Kesalahan tafsir tersebut berakibat dirugikannya hak konstitusional Pemohon.
“Jadi, ketentuan Pasal 458 ayat (13) tersebut telah ditafsirkan salah dan menyimpang oleh KPU Provinsi Sulawesi Tenggara karena mengandung sifat multitafsir,” sampai Abdu di hadapan Wakil Ketua MK Anwar Usman yang didamping Hakim Konstitusi Saldi Isra dan Maria Farida Indrati.
Terkait dengan Pasal 458 ayat (14), Pemohon menyampaikan bahwa putusan DKPP yang memiliki kedaluwarsa waktu dalam melakukan upaya hukum di lembaga peradilan TUN, maka ketentuan yang ada pada pasal a quo harus dimaknai 90 hari tidak ada lagi upaya hukum yang dilakukan oleh pihak yang merasa kepentingannya dirugikan.
Namun, diakui oleh Abdu meskipun sudah ada putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, namun hingga saat ini para Pemohon tidak juga mendapatkan hak-hak konstitusionalnya. Dengan tidak dilaksanakannya putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, mengakibatkan legitimasi lembaga penyelenggara pemilu dipertanyakan legalitasnya. Hal ini mengingat lembaga penyelenggara pemilu KPU Provinsi Sulawesi Tenggara masih menetapkan anggota pengganti antarwaktu KPU Kabupaten Konawe yang ilegal karena pengangkatan pengganti antarwaktu tersebut dibatalkan oleh MA.
Nasihat Hakim
Menanggapi permohonan para Pemohon, Wakil Ketua MK Anwar Usman menilai perkara yang diajukan para Pemohon adalah sebuah kasus konkret yang merupakan implementasi dari sebuah norma. Untuk itu, Anwar meminta agar Pemohon melakukan tinjauan kembali atas perkara yang diajukan ini dengan perkara yang sebelumnya pernah diajukan Pemohon lain ke MK.
Sedangkan Hakim Konstitusi Saldi Isra, meminta agar para Pemohon menjelaskan kedudukan hukumnya sehingga yang disajikan tak hanya kasus konkret saja, tetapi juga keterkaitan kerugian konkret yang dialami para Pemohon dengan norma yang akan diujikan. Selain itu, Saldi pun meminta agar para Pemohon yang mendalilkan beberapa pasal dalam UUD 1945 melakukan eksplorasi lebih mendalam dan jelas antara berlakunya pasal dengan kerugian konstitusional para Pemohon. “Jadi, tugas para Pemohon adalah mendudukkan satu-satu pasal dengan pelanggaran konstitusi yang dialami Pemohon atas norma yang diujikan dan cari putusan MK yang terkait dengan substansi pasalnyasehingga menguatkan pengajuan perkara ini,” pinta Saldi.
Pada akhir persidangan, Wakil Ketua MK Anwar menyampaikan akan diberikan waktu untuk memperbaiki permohonan bagi para Pemohon selama 14 hari sampai dengan Senin, 20 November 2017 pukul 10.00 WIB. (Sri Pujianti/LA)