Mahkamah Konstitusi (MK) menyelenggarakan konferensi pers laporan akhir tahun bertemakan âRefleksi 2007 dan Proyeksi 2008â, Kamis (3/1), di ruang sidang panel MK.
Konferensi pers ini dihadiri dan dipimpin langsung oleh Ketua MK, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. didampingi oleh Wakil Ketua MK, Prof. Dr. Laica Marzuki, S.H., Hakim Konstitusi Soedarsono, S.H., Hakim Konstitusi Letjen (Purn) H. Achmad Roestandi, S.H., Sekretaris Jenderal MK, Janedjri M. Gaffar, dan Panitera MK, H. Ahmad Fadlil Sumadi.
Mengawali sambutan laporan akhir tahun, Ketua MK menyatakan prihatin atas maraknya bencana alam yang kini terjadi di tanah air. âKami menyatakan belasungkawa bagi para korban jiwa. Bagi yang sakit serta kehilangan harta benda, kami juga turut prihatin dan mendoakan semoga selalu diberi kesabaran dalam menjalani segala cobaan. Semoga di tahun 2008, keadaan menjadi lebih baik,â ucap Jimly.
Konferensi pers ini, sambung Jimly, diselenggarakan sebagai bentuk pertanggungjawaban MK kepada publik. Selain itu, Jimly juga menuturkan bahwa pada tahun 2008 ini sembilan Hakim Konstitusi akan segera menunaikan masa tugasnya. âHakim Roestandi akan berakhir masa tugasnya pada 1 Maret 2008 karena telah mencapai usia 67 tahun. Selanjutnya, Prof. Laica pada 5 Mei 2008, dan Hakim Soedarsono pada 5 Juni 2008. Sisanya enam orang hakim akan berakhir pada 15 agustus 2008,â urai guru besar Hukum Tata Negara ini.
Pada kesempatan ini, para Hakim Konstitusi yang akan segera mengakhiri masa pengabdiannya di MK turut menyampaikan pesan dan kesannya di hadapan insan pers. Pertama, Hakim Konstitusi paling senior, Achmad Roestandi, mengingatkan bahwa keterlambatan proses administratif pemberhentian jabatan Hakim Konstitusi dapat berakibat pada cacat hukumnya putusan MK manakala terjadi keterlambatan pergantian Hakim Konstitusi. Selain itu, Roestandi juga mengungkapkan bahwa menjadi Hakim tidaklah gampang karena harus selalu mengingat dan mengemban dengan baik hadits nabi yang mengatakan bahwa ada tiga golongan hakim yaitu, pertama, hakim yang tahu hukumnya tapi tidak menerapkannya dengan baik. Kedua, hakim yang memang tidak mengerti hukumnya. Ketiga, hakim yang tahu hukumnya dan bersedia menerapkan dengan benar. âSemoga saya tidak menjadi hakim dalam dua golongan yang awal tadi,â ujarnya.
Selanjutnya, Hakim Konstitusi, Laica Marzuki, mengatakan bahwa dirinya sangat berbahagia telah terpilih sebagai Hakim Konstitusi dan ditakdirkan menjadi salah satu pelaku sejarah sebagai Hakim Konstitusi pertama di Republik Indonesia. Pada kesempatan ini, Laica menjelaskan bahwa ada dua hal penting yang telah menjadi tekad bersama para Hakim Konstitusi, pertama, mewujudkan kemandirian MK terhadap kekuasaan apapun dalam putusan-putusannya, walaupun kadangkala tidak sesuai dengan keinginan kelompok-kelompok kekuasaan tertentu. Kedua, para Hakim Konstitusi berniat menjadikan MK sebagai peradilan yang bersih dan bebas dari korupsi karena mereka adalah pelaku sejarah pertama MK.
Selain itu, Laica Marzuki juga menceritakan betapa seriusnya keadilan itu dibahas dan ingin diciptakan di MK. âSaling adu argumentasi hingga saling bentak tak jarang terjadi di dalam Rapat Permusyawaratan Hakim. Saya harus sering mengamankan asbak dan pisau buah di meja para Hakim karena serunya perdebatan yang muncul. Inilah gambaran betapa seriusnya upaya kami mencapai keadilan di dalam setiap putusan MK,â ungkap Laica.
Berikutnya, Hakim Konstitusi, Soedarsono mengatakan bahwa amanah sebagai Hakim Konstitusi merupakan suatu hal yang patut disyukuri. Berdasarkan pengalaman karirnya, Hakim Soedarsono mengatakan bahwa dirinya seringkali berperan sebagai pioneer, bahkan kini dirinya kembali menjadi pioneer yaitu sebagai Hakim Konstitusi pertama di Indonesia. âInilah sedikit amalan yang bisa kami sumbangsihkan untuk penerus. Ke depan, semoga MK lebih baik, lebih berkembang, dan punya prestasi yang patut dibanggakan,â harapnya.
Usai para Hakim Konstitusi menyampaikan kesan dan pesannya, Sekretaris Jenderal MK, Janedjri M. Gaffar meneruskan dengan memberikan penjelasan tentang laporan akhir tahun Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK. Dalam laporannya, Sekjen MK antara lain menjelaskan bahwa selama 2007 MK telah menerima 49 permohonan. Dari sejumlah permohonan tersebut, yang memenuhi syarat kelengkapan sehingga dapat diregistrasi terdapat sebanyak 32 permohonan. Sedangkan sisanya yang tidak memenuhi syarat kelengkapan berjumlah sebanyak 17 permohonan.
Selanjutnya, dari 32 permohonan yang diregistrasi, 30 permohonan merupakan pengujian undang-undang dan dua perkara tentang sengketa kewenangan lembaga negara. Selain memeriksa perkara yang diterima pada 2007, MK juga memeriksa perkara yang diterima pada 2006 tetapi proses persidangannya sampai 2007 sebanyak sembilan perkara.âDengan demikian total perkara yang ditangani MK pada 2007 menjadi 41 perkara,â jelas Janedjri.
Lanjut Janedjri, selama 2007, MK telah memutus 29 perkara. Sembilan diantaranya adalah perkara yang diajukan tahun 2006 sedangkan tujuh dari sembilan putusan merupakan perkara pengujian undang-undang dan dua putusan adalah perkara sengketa kewenangan lembaga negara. â20 putusan selebihnya adalah perkara pengujian undang-undang yang diregistrasi pada 2007,â paparnya.
Apabila dirinci berdasarkan amarnya, 29 putusan MK terdiri dari empat putusan mengabulkan permohonan, 12 putusan menolak permohonan, delapan permohonan tidak dapat diterima, dan lima ketetapan berisi penarikan kembali permohonan oleh Pemohon. (Wiwik Budi Wasito)